(10 November 2012)
BUKA MATA
Suatu hari,
seorang kakek sedang duduk bersantai bersama cucunya yang masih kecil dan polos
di teras halaman rumahnya.Ia begitu bahagia dan sangat memperhatikan cucu
semata wayangnya. Ia begitu perhatian dan tak bosan-bosannya menemani.
Karena dahulu ia
adalah seorang pejuang kemerdekaan, ia begitu bangga menceritakan tentang
pengalamannya berperang sejak zaman kolonial Belanda, Jepang, hingga masa
mempertahankan kemerderkaan.Sang cucu pun mendengarkan dengan penuh seksama,
hikmat, dan membuatnya semakin penasaran untuk lebih mengerti dan ia pun terpacu
untuk berimajinasi.
Saat sang kakek
sedang menceritakan tentang perjuangannya, si cucu mulai mengajukan
pertanyaan-pertanyaan kritis.
Cucu : “Kek,
kakek kan dulu pejuang, pasti kakek punya banyak penghargaan ya?”
Kakek : “Ya…kakek memang pejuang, tapi kakek kan
hanya sekedar prajurit biasa.Beda dengan jendral-jendral yang kamu liat di
televisi. Jadi, kakek tidak punya penghargaan yang banyak.”
Cucu : ”Kok gitu ya kek?Kakek kan pejuang, berarti
sudah sering turun ke medan perang kan.Lantas, apa kakek pernah terluka?”
Kakek : ”Dalam berperang, luka itu biasa.Tapi, yang
kakek ingat, kulit kakek pernah tertembus peluru tiga kali dalam tiga perang
yang berbeda.”
Cucu : “Lantas, bukankah biasanya orang yang
tertembak itu langsung mati kek?”
Kakek : “Hahaha…Mungkin bayangan kamu itu karena
kamu baru menonton film yang kemarin. Ya, memang ketika kedua kalinya peluru
menembus kulit kakek, saat itu kakek sedang bergerilya di malam hari.Kakek
memang sudah hampir mati di hutan.Tapi datanglah pertolongan dan kakek
bersyukur kawan kakek tiba menolong.”
Cucu : “Lantas, apakah kakek takut berperang
setelah itu?”
Kakek : ”Tentu tidak…Dalam keehidupan, kita tidak
boleh takut. Jatuh-bangun itu biasa. Buktinya, setelah itu kakek masih bisa
tertembak di perang lain.”
Cucu : ” Owh iya…Berarti, zaman dahulu itu orangnya
hebat-hebat ya kek...”
Sebuah kisah
yang mungkin terjadi, dan mungkin dapat kita renungkan. Mungkin cerita ini
hanyalah cerita biasa, bahkan mungkin basi.Tapi lihatlah apa yang menjadi
hikmah dari kisah ini.
Peperangan
mungkin sudah tak terhitung lagi jumlahnya yang pernah terjadi di negeri
ini.Ribuan nyawa melayang mungkin sudah tak terhitung jumlahnya.Semua berorientasi
pada tujuan yang satu, kemenangan, kejayaan, yang tak mungkin dapat tercapai
tanpa adanya persatuan.Sebuah cita-cita yang tak dapat dipandang sebelah
mata.Diantara ribuan nyawa yang melayang tak pernah bosannya mereka berteriak
sebuah kata yang membakar jiwa raga mereka oleh gencatan senjata. Merdeka! Kata
itu mungkin tak hanya sekedar tujuh huruf tak bermakna.Kata itu begitu menyihir
mereka yang pada saat itu mendambakannya.Mereka yang memperjuangkannya tak
perlu berpikir dua kali ataupun ragu walau nyawa taruhannya.Sebuah cita-cita
yang mulia yang sayangnya saat ini kita tak bisa melakukannya.
Salah
satu pertempuran yang tak mungkin terlupa ialah Pertempuran Surabaya.Sebuah
pertempuran yang terjadi pada masa pasca kemerdekaan Republik Indonesia dimana
pada saat itu para pejuang tanah air harus menghadapi pasukan Inggris yang
berhasrat untuk kembali menguasai negeri ini. Pertempuran yang tak mungkin
dilupakan arek-arek Suroboyo karena pada perang ini mereka benar-benar
menunjukkan totalitas mereka untuk mempertahankan Kota Surabaya.Oleh sebab itu,
untuk menghargai jasa arek-arek Suroboyo dalam mempertahankan Kota Surabaya,
maka tanggal 10 November ditetapkan sebagai Hari Pahlawan.
Sebelum
kita membahas lebih jauh tentang pahlawan, ada baiknya terlebih dahulu mengerti
apa definisi pahlawan. Menurut KBBI, pahlawan adalah orang yang
menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran; pejuang
yg gagah berani. Akan tetapi mungkin kita tidak akan membahas pahlawan secara
teoritis. Sebab pahlawan dapat diartikan berbeda-beda menurut siapa
saja.Mungkin, sejak berada di Sekolah Dasar, kita telah mengenal mereka
(pahlawan) yang disebut pahlawan nasional, pahlawan revolusi, atau pahlawan
proklamasi.Mereka dikenang dalam sejarah perjuangan negeri ini karena jasa
mereka yang begitu besar terhadap negeri ini.
Akan tetapi, yang perlu kita cermati adalah bahwa pahlawan
bukanlah variabel terikat.Pahlawan merupakan variabel bebas yang dapat
diartikan secara luas maknanya menurut opini orang yang bersangkutan.Oleh sebab
itu, setiap orang bisa menjadi pahlawan menurut pandangan dan caranya sendiri.
Pahlawan bukanhanya berarti orang yang berjuang di medan perang dengan
mengangkat senjata. Apalagi pada zaman ini dimana peperangan bukanlah menjadi
isu yang relevan.
Para pahlawan di negeri ini, khususnya mereka yang berjuang di
medan perang telah melakukan berbagai pengorbanan. Perjuangan mereka untuk
menggapai kata “Merdeka” tidak diperoleh dengan hanya duduk bersantai dan
kata-kata.Perjuangan itu berdarah dan mereka harus mengangkat senjata walaupun
seadanya.Mereka tak gentar mendengar suara tembakan, walau nyawa menjadi
taruhan.Mereka tak peduli dengan hujan peluru, walau tangan hanya berpegang
bambu.Berbagai kesulitan mereka lalui.Malam menjadi siang, dan siang tetaplah
siang.Semua tak dapat mereka lakukan tanpa adanya semangat juang.Hal ini
didorong oleh cita-cita dan harapan.Cita-cita mereka begitu luhur, dan harapan
mereka begitu dalam. Cita dan harapan saling berpadu untuk satu, Merdeka!
Dapatkah anda membayangkan yang terjadi pada masa itu?Saat negeri
ini begitu sulit.Kebebasan bukanlah hal yang lumrah.Perjuangan untuk merdeka
menjadi asa. Seluruh negeri mungkin berharap, namun sebatas itu yang mereka
mampu dibalik perjuangan-perjuangan mereka di medan tempur. Mungkin, beberapa
film perang yang muncul beberapa tahun belakangan bisa sedikit menjawab
pertanyaan.Penggambaran perjuangan yang tidak hanya sekedar menjadi cerita, tapi
fakta dan nyata walaupun dalam sejarah tidak selalu mengenal nilai kepastian.
Namun
setidaknya kita dapat berkaca dan mengambil pelajaran yang berharga. Pada
akhirnya, muncullah dalam benak kita sejumlah kata tanya. Apakah harapan mereka
telah terwujud?Mungkin, mereka yang telah terbaring di dalam lubang galian dua
meter itu tak dapat kembali dan memaki sebab kondisi yang terjadi saat ini.
Mereka hanya dapat mengenang perjuangan mereka di medan perang. Saat-saat
mereka berjuang, demi terwujudnya harapan.Semangat yang mereka miliki tak
pernah mati layaknya jasad mereka yang saat ini mungkin telah menjadi
tulang-belulang bahkan mungkin habis termakan zaman.Lantas, bagaimana dengan
kita saat ini?
Apakah
kita telah mewujudkan apa yang mereka impikan. Sungguh kita tak tau diri! Darah
yang mereka kucurkan demi terciptanya kemerdekaan hingga saat ini masih belum
terbayarkan.Mereka mungkin tak meminta, tapi orang yang tau diri harusnya
mengerti.Kita terlalu sibuk dengan urusan-urusan keduniawian layaknya mereka para
budak jabatan.Ratusan kursi diperebutkan. Atas nama rakyat? Lantas rakyat
menjawab hanya bualan keparat.
Sudahkah
kita memberikan penghargaan kepada mereka?Ya, mungkin mereka tak pernah
meminta.Akan tetapi marilah kita perhatikan dan renungkan.Banyak pahlawan di
sekitar kita yang tak terlupakan dan jauh dari kesejahteraan.Dapatkah anda
bayangkan, perjuangan mereka untuk kemerdekaan bahkan telah tergerus
zaman.Sebagian diantara mereka hidup dibawah garis kemiskinan dengan berbagai
pekerjaan yang sangat berlawanan dengan kegagahan mereka pada masa peperangan.
Ini sungguh memalukan! Wahai saudara, marilah kita renungkan.
“Bangsa
yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa para pahlawannya.” (Bung Karno)
Sebuah
ungkapan yang mungkin cukup sedikit menjadi jawaban tentang segala yang terjadi
di negeri ini.Rupanya kata-kata ini cukup sakti dan mungkin mampu
dibuktikan.Ini yang mungkin menjadi jawaban bahwa 67 tahun kemerdekaan Negara
kita tak bisa menjadikan kita disebut sebagai bangsa yang maju.Padahal, segala
hal di alam kita punya.Kita perlu mawas diri tentang segala hal yang
terjadi.Kita harus membuka mata, bahwa kita adalah penerus bangsa dan sudah
waktunya kita ubah cerita demi anak-cucu kita.
Sebuah tulisan yang ditulis dalam rangka
memperingati Hari Pahlawan 10 November 2012.
S
Tidak ada komentar
Posting Komentar