Kamis, 26 Maret 2015

Ada Apa Dengan #20Maret?


Ada Apa Dengan #20Maret?
Sebuah Tulisan Mahasiswa Awam Minim Pengalaman dan Pengetahuan yang Mencoba Untuk Bergerak Dengan Pemahaman

         Beberapa hari yang lalu, tepatnya hari Jumat tanggal 20 Maret 2015 saya berangkat ke kampus UI Salemba. Saya datang untuk menonton sebuah acara yang diberi nama “Rapat Akbar”. Sebuah acara yang saya rasa cukup menarik didengar ketika saya membaca jarkom-jarkom yang mengangkat isu #20Maret. Betapa luar biasa gaungnya acara yang katanya diinisiasi oleh BEM UI bersama ILUNI UI ini. Sampai-sampai banyak orang yang mengganti DP Line mereka menjadi tulisan #20Maret.

       Saya pun penasaran dan ingin sekali untuk hadir dalam aksi ini. Namun, sebagai mahasiswa awam dan miskin pengetahuan saya tidak mau mengenakan Jaket kuning, apalagi bermakara jingga. Sebab saya tidak ingin bergerak menuntut hal-hal yang belum saya pahami dengan baik sebab minimnya kajian. Saya merasa saya manusia yang diberi akal, walaupun minim pengetahuan dan pengalaman setidaknya saya bukan robot bernyawa apalagi boneka. Oleh karena itu saya memutuskan untuk hadir di sana tanpa membawa nama institusi apapun.

    Saya ingat sekali beberapa minggu yang lalu banyak mendapat jarkom-jarkom yang mempertanyakan kemana saat ini. Di tengah kekacaubalauan negara mahasiswa terkesan apatis, tidak peduli kondisi rakyat saat ini. Ada jarkom-jarkom yang berbentuk puisi, gambar, dll. Semua itu seakan menggambarkan kondisi negara yang sedang sangat krisis, kacau balau, dan menuntut mahasiswa untuk benar-benar turun ke jalan.

        Beranjak dari sana, rupa-rupanya kampus perjuangan pun tidak ketinggalan responsif dalam menanggapi isu-isu krisisnya negara. UI mencoba untuk tanggap akan persoalan-persoalan yang terjadi dengan merencanakan aksi, yang ditetapkan pada tanggal 20 Marert. Dalam aksi #20Maret ini BEM se-UI rupanya membawa tuntutan Catur Cita UI setelah sebelumnya beberapa kali diadakan pertemuan antara BEM se-UI yang diwakilkan oleh Kastrat BEM se-UI dalam forum CEM Sospolnet. Catur cita UI berisikan keempat tuntutan kepada pemerintah yang berisi : (1) Perkuat KPK, (2) Reformasi Polri dan Lembaga Peradilan, (3) Bersihkan Demokrasi Dari Oligarki, (4) Turunkan Harga, Berantas Mafia.

         Dari keempat poin catur cita UI tersebut, adakah kejanggalan yang anda rasakan? Saya kira kalau anda amati dengan teliti maka anda maka Catur Cita ini mungkin terlalu prematur untuk menjadi sebuah tuntutan. Mengapa demikian? Sebab saya sebagai mahasiswa awam merasa tuntutan-tuntutan yang ada belum dikaji secara strategis. Tidak strategis bagaimana? Saya sempat hadir dalam beberapa kali pertemuan CEM Sospolnet.  Ketika pertemuan ini diadakan kajian mengenai empat poin tuntutan ini bena-benar belum tuntas. Pada awalnya poin yang dibahas adalah 2 poin pertama. Saya bersama kawan-kawan dari FISIP tentunya belum bisa menerima dengan mudah kedua tuntutan yang belum dikaji secara tuntas ini, terutama mengenai reformasi Polri dan Lembaga Peradilan. Mengenai reformasi ini harus benar-benar dikaji secara tuntas, sebab kata reformasi sesungguhnya tidak semudah itu untuk diucapkan dari perspektif kami Sosial Politik.

          Lalu muncul pertanyaan, mengapa harus #20Maret? Ternyata tidak ada hal yang special di balik tanggal ini. Setelah CEM Sospolnet yang menghadirkan narasumber dari KPK dan ILUNI UI rupa-rupanya #20Maret ini hanya karena menyesuaikan dengan jadwal ILUNI UI yang bisa hadir di tanggal ini. Jadi, sebetulnya saya rasa dalam perspektif awam tidak ada yang spesial dari tanggal ini. Apalagi mengingat eskalasi isu ini cukup menyita perhatian.
Selanjutnya dari dua poin yang dibahas di atas muncul lagi dua poin tambahan, yaitu Bersihkan Demokrasi dari Oligarki dan Turunkan harga berantas mafia. Sungguh kedua poin ini menurut saya sebagai mahasiswa awam sangatlah blunder. Sebab kedua poin ini lahir begitu saja tanpa ada proses dan kajian yang benar-benar strategis. Lebih tepatnya kedua poin ini hanyalah memanfaatkan momentum setelah eskalasi #20Maret ini cukup menyita perhatian. Maka dari itu, lahirlah apa yang kita kenal dengan Catur Cita UI.

        Meneliti lebih jauh tentang kedua poin tambahan tersebut sebetulnya cukup mengenaskan. Sebab saya sebagai mahasiswa awam yang berlatar belakang pendidikan sosial-politik memandang kedua poin ini seharusnya tidak perlu dikeluarkan. Mengapa demikian? Sebetulnya ketika kita membahas tentang demokrasi yang bersih dari oligarki dalam perspektif sosial-politik tidak semudah kedengaran dan tuntutannya. Kita harus mengerti betul apa sesungguhnya itu demokrasi, oligarki, dan bagaimana mekanismenya. Sebab, yakinlah  bahwasanya mengganti kepala negara sekalipun tidak menjamin demokrasi itu bersih dari oligarki. Mengapa saya berkata demikian? Sebab di luar sana saya sudah mendengar desas-desus penggulingan presiden yang bagi saya masih terlalu dini.

        Poin ke empat pun saya rasa cukup blunder untuk dikeluarkan. Mengapa demikian? Saya mengamati ini berdasarkan hukum permintaan dalam ilmu ekonomi. Sesungguhnya saat ini Indonesia sedang mengalami deflasi.Artinya hal tersebut sudah menunjukkan adanya sedikit perbaikan kondisi ekonomi. Akan tetapi ini akan menjadi boomerang ketika poin keempat ini dikeluarkan. Ketika poin empat menyatakan “Turunkan harga, berantas Mafia” maka hal ini memungkinkan masyarakat akan berpikir jikalau harga-harga sedang dan terus-menerus naik. Hal ini akan mendorong masyarakat untuk membeli barang lebih banyak dan menimbun barang-barang kebutuhan untuk mengantisipasi kenaikan harga yang lebih tinggi lagi nantinya. Kondisi ini dalam ilmu ekonomi akan menyebabkan permintaan di pasar naik sehingga harganya pun naik. Hasilnya, deflasi yang sedang terjadi pun bisa terhambat dan sebaliknya justru menyebabkan inflasi.

          Selain masalah kurangnya kajian sebelum aksi ini saya juga ingin menyatakan kekecewaan saya tentang kondisi yang terjadi di lingkungan internal kampus. Saya meihat adanya kesan pelabelan negatif terhadap fakultas-fakultas yang tidak turun aksi #20Maret ini. Padahal saya sangat yakin bahwasanya mereka yang tidak turun pada aksi #20Maret ini memiliki alasan-alasan yang harus kita cermati. Jadi, bukan sekedar malas-malasan ataupun anti pemberantasan korupsi. Apalagi jika kita kaitkan dengan basis keilmuan.

         Apa yang terjadi di #20Maret pun saya rasa biasa-biasa saja. Hampir sama seperti aksi-aksi yang dilakukan mahasiswa pada umumnya. Justru terlalu hiperbolis menurut saya ketika memberi nama Rapat Akbar pada aksi ini. Aksi ini tidak memperlihatkan gentingnya kondisi seperti Catur Cita UI itu sendiri. Saya justru melihat aksi ini seperti senang-senang sesaat. Merasa seperti pahlawan setelah berhasil meneriakkan kata-kata kebenaran. Saya rasa bukan ini yang kita cari, kita perlu bergerak dengan pemahaman. Sebab kita bukan robot bernyawa.

        Justru saya ingin bertanya, apa setelah #20Maret ini? Apakah hanya akan menjadi euforia sesaat lalu seperti angin lalu? Ataukah hanya sekedar menunjukkan eksistensi responsive terhadap permasalahan-permasalahan di negeri ini? Saya berharap tidak demikian. Saya juga berharap agar idealisme mahasiswa tetaplah murni dari intervensi politis sesuai tuntutan akademis. Mahasiswa tidak boleh menjadi alat tunggangan pihak-pihak berkepentingan dan tendensi negatif.

(Lakon Hidup)





Tidak ada komentar

Posting Komentar

© 2025 BUKAMATA
Maira Gall