#AdaApaDenganMaba
Saya bingung, entah
kata pertama seperti apa yang seharusnya saya tulis. Rasanya lama juga ya saya
tidak menyentuh rumah pemikiran saya ini. Bahkan, sebulan sekali saja saya
masih teramat sulit untuk konsisten menuliskan pemikiran-pemikiran, pengamatan,
ataupun pengalaman –pengalaman saya. Alasan saya adalah apa yang akan saya
tuliskan saat ini…”Kesibukan”
Apalah arti
seorang Maba? Pertanyaan retoris itu seakan cukup menyentak saya ketika pertama
kali mendengarnya dari salah satu kawan di FISIP. Sebuah pertanyaan yang
membuat saya terus berpikir apakah sedemikian tak berartinya seorang mahasiswa
baru? Saya terus bergelut di dalam batin untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Saya Ali Zainal Abidin,mahasiswa baru FISIP UI(angkatan 2014), jurusan
Administrasi Niaga punya prinsip-prinsip tertentu dalam menjalankan kehidupan kemahasiswaan.
Sekarang mungkin saya hampir menemukan jawaban mengapa tuhan menakdirkan saya
berada di FISIP ini. Salah satu jawabannya mungkin sebab apa yang saya alami di
FISIP ini lebih cocok dengan apa yang ada dalam pemikiran-pemikiran saya. Saya
memang bercita-cita untuk menjadi seorang entrepreneur. Namun bukan berarti
saya hanya tertarik dengan hal-hal yang berkaitan dengan ekonomi. Saya justru
lebih tertarik untuk membahas isu-isu tentang sosial dan politik. Dua pertiga
dari buku-buku koleksi saya membahas tentang sejarah, politik, dan konspirasi.
Apakah saya salah jurusan? Mungkin di lain artikel saya akan menjawab
pertanyaan tersebut yang juga pernah diungkapkan beberapa orang terhadap saya.
Kembali ke
bahasan tentang kesibukan…
Mungkin saya
termasuk salah satu mahasiswa yang punya kesibukan cukup padat di FISIP ini.
Saya tipe mahasiswa yang lebih memilih untuk memanfaatkan waktu untuk beragam
kesibukan ketimbang hanya kuliah dan pulang, atau hanya sekedar
nongkrong-nongkrong sambil merokok sembari menunggu waktu. Meskipun bukan
berarti saya tidak pernah mengerjakan hal tersebut, namun saya hanya ingin
menggunakan setiap kesempatan menghela nafas yang diberikan tuhan untuk saya.
Setidaknya, di setiap kali saya nongkrong-nongkrong masih ada hal-hal yang
bermanfaat yang bisa diperbincangkan. Saya pun merasa bersyukur sebab rasanya
lingkungan teman-teman saya cukup mendukung untuk hal tersebut.
Bagi saya
organisasi adalah tempat yang tepat untuk menempa diri. Entah mengapa sejak SD
dulu saya sudah punya kecenderungan untuk berminat terhadap organisasi. Karena
organisasi terkait dengan kepemimpinan, maka saya juga memiliki ketertarikan
untuk mempelajari pemikiran-pemikiran para pemimpin dunia dengan membaca
kisah-kisah hidup mereka. Mengapa saya tertarik dengan organisasi, sebab bagi
saya jika kaum eksakta punya laboratorium untuk memperdalam keilmuan mereka,
maka organisasi adalah laboratorium yang tepat bagi kami kaum sosial untuk mengasah
pisau pemikiran dan keilmuan kami.
Kembali ke
aktivitas…
Sejak awal
kehadiran saya sebagai mahasiswa baru di FISIP UI saya sudah memiliki rancangan
tentang partisipasi organisasi. Di semester satu ini saya membagi partisipasi
saya ke dalam tiga skala, yaitu tingkat universitas, fakultas, dan jurusan.
Alasan saya memetakan partisipasi saya ke dalam tiga skala tersebut mungkin
cukup mendasar. Pertama, saya ingin membangun relasi yang jelas lebih heterogen.
Kedua, saya ingin mempelajari sejauh apa dan bagaimana kondisi di setiap skala
tersebut agar nantinya saya bisa menempatkan diri di tempat yang tepat.
Untuk tingkat
universitas, saya memilih #GerakanUIMengajar sebagai aktivitas. Alasan saya
cukup mendasar, yakni tentang idealisme pemikiran untuk memberikan kemanfaatan
dengan pendidikan dan masalah waktu yang tidak pernah bisa ditebak. Sebab
kesempatan belum tentu datang dua kali. Saya tidak tahu di semester lanjut
nanti kesibukan apa saja yang saya alami. Untuk dapat menjadi pengajar
terpilih, tentunya tidak serta-merta dengan mudah menjalankannya. Ada empat
tahapan seleksi, yaitu essay, Focus Group Discussion(FGD), simulasi mengajar,
dan personality test & wawancara. Jika dilihat secara kuantitatif pun cukup
menantang, dari sekitar 600 pendaftar hanya 36 pengajar yang dipilih. Artinya
hanya sekitar 5 % dari seluruh pendaftar. Alhamdulillah, saya termasuk salah
satu dari 36 pengajar terpilih tersebut dan berstatus “MABA”.
Sebagai
mahasiswa baru FISIP, sangat wajar jika acara pertama yang saya kenal di FISIP
tentunya adalah Olimpiade Ilmu Sosial(OIS). Alasannya cukup historis, saya
pernah mengikuti seleksi kompetisi ini namun tidak berhasil menembus babak
final. Teman seperjuangan saya dari IC di tahun tersebut pun berhasil merebut
gelar juara seiring di tahun berikutnya adik kelas saya pun demikian. Maka
rasanya saya ingin menjadi bagian dari kompetisi ini walaupun tidak dengan
status finalis tetapi Liaison Officer(LO). Bagi saya, ini adalah tipe
kepanitaan baru. Selama ini saya jarang sekali menjadi LO selama di IC kecuali
kunjungan-kunjungan para visitor yang hendak studi banding. Tentunya saya
mendapatkan sangat banyak sekali pengalaman baru yang sangat bermanfaat.
Untuk tingkat
jurusan saya memilih NCC sebagai wadah aktivitas kepanitiaan. Alasan saya cukup
sederhana. Sebagai seorang mahasiswa baru tentunya saya punya ekspektasi yang
tinggi terhadap acara berskala nasional yang diadakan oleh HM ADM UI ini.
Kemudian, menyadari kesibukan saya yang mungkin sudah mulai padat, saya juga
memilih kepanitiaan yang bersifat pra-acara. Oleh sebab itu saya memilih untuk
menjadi desainer grafis pada seksi HPD. Semoga semakin mengasah kemampuan saya
dalam desain grafis selain berkontribusi untuk acara berskala nasional milik
jurusan sendiri.
Selain
berkontribusi di bidang organisasi, Alhamdulillah saya juga diberi kesempatan
untuk berkontribusi di bidang kompetisi baik di tingkat FISIP maupun di tingkat
UI. Di tingkat FISIP saya turut menjadi kontingen ADM dalam OLIMFIS(futsal,
basket, dan voli), Kompres Maba(debat bahasa indonesia), dan Gelas Maba(poster).
Untuk kompetisi di tingkat UI, Alhamdulillah saya bersama kedua rekan saya
diberi amanah untuk menjadi kontingen FISIP pada kompetisi UI Quranic Olympiad(UIQO)
pada mata lomba Musabaqoh Fahmil Quran(MFQ). Meskipun tidak menyabet gelar
juara, namun saya bersyukur karena bisa sampai di babak final dan menjadi tim
yang didominasi oleh maba.
Saya merasa
bersyukur karena diberi kesempatan untuk banyak belajar, berkenalan, mengambil
pengalaman, dan mengembangkan minat serta bakat saya. Akan tetapi after all,
“No Victory Without Sacrifice”(Mockingjay).
Selalu ada pengorbanan untuk suatu kemenangan. Untuk mencapai hasil yang lebih,
maka harus pula ada upaya lebih. So, just keep spirit to be benefit.
(LAKON HIDUP)
wah hebat sekali mas ali ini, status maba yang memang dikenal sbagai masa-masa rajin, benar-benar dilakukan, tapi apa gak mau kontribusi yang skalanya lebih besar, di komunitas jakarta seperti komunitas jendela mungkin? terus berjuang bang.
BalasHapusWah, terima kasih mas JKDesain...
BalasHapusSaya mohon maaf karena baru sempat balas komentarnya, karena seminggu kemarin saya masih harus menghadapi UAS.
Alhamdulillah mas mungkin karena passion kali ya...
Tapi kalo saya sih punya prinsip, "Di atas langit masih ada langit"...
Saya hanya berusaha melakukan yang bermanfaat saja...
Kalo untuk masalah berkontribusi dalam skala yang lebih besar mungkin nanti akan saya coba. Saya cukup punya minat pada bidang kajian atau diskusi tentang masalah-masalah sosial. Sekarang-sekarang ini memang saya belum bergabung dengan orgnasisasi di luar kampus karena selain saya memang masih maba dengan kegiatan orientasi yang cukup padat saya juga dulu sekolah di sma boarding. Sehingga belum banyak benar-benar mengenal komunitas-komunitas tertentu...