Keresahan dan
mungkin kecintaan saya terhadap FISIP menjadi sebuah motivasi untuk turut ambil
bagian, bergerak dan berkontribusi dan mengabdikan diri saya. Kira-kira pada
akhir tahun 2016, saya mengajak kawan saya Bob Aditya Hidayat untuk mengikuti
sebuah proses politik untuk menjadi ketua BEM FISIP UI 2017. Berproses,
berjuang dan tertatih-tatih. Kadang lelah, namun tak boleh ada kata menyerah.
Proses tersebut memberikan arti besar bagi hidup saya. Sebuah fase yang mengakselerasi
perubahan cara berpikir, pengetahuan, dan berbagai hal lainnya.
Kita perlu
berangkat dari pengandaian bahwa manusia adalah individu sebagai individu
secara hakiki bersifat sosial. Sebagai individu, manusia bermasyarakat (Marx
dan Engels dalam Suseno, 1987 ). Individualitasnya dihayati dalam tindakannya
yang sadar dan disengaja. Manusia adalah bebas sejauh ia sendiri dapat
mengembangkan pikiran tentang tujuan-tujuan dan sarana-sarana kehidupannya dan
sejauh ia dapat mencoba untuk bertindak sesuai dengannya, ia adalah bebas
karena ia mampu untuk melihat ruang gerak dengan berbagai kemungkinan untuk
bertindak yang sudah tersedia atau diciptakannya sendri dan darinya ia dapat
memilih salah satu (Hoffe, 1981 dalam Suseno, 1987). Akan tetapi kemampuan
tersebut hanya dimiliki oleh manusia karena dan sejauh ia merupakan bagian dari
masyarakat. Perihal kesosialan ini bukan hanya sekedar tambahan situasi dari
luar individualitas manusia, melainkan secara hakiki dalam individualitas dan
kepribadiannya yang khas. Manusia dapat hidup dan berkembang karena orang lain.
Saya kira
pembacaan saya terhadap buku Etika Politik karya Romo Magniz memberikan saya
pijakan bahwasanya sebagai manusia, di balik dimensi individualitas yang saya
miliki, saya memiliki pertanggungjawaban secara sosial karena perihal
kesosialan ini secara hakiki dalam individualitas kepribadian saya sebagai
manusia, yang khas. Pemahaman ini semakin mendorong saya untuk tidak melupakan
salah satu masyarakat tempat saya tumbuh dan berkembang, Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Dengan kapasitas saya sebagai insan
akademis dan pernah menjadi pemangku kepentingan mahasiswa, saya merasa
memiliki pertanggungjawaban untuk tetap melestarikan gagasan-gagasan yang
mungkin pernah terpikirkan namun belum tersampaikan atau terealisasikan.
Kiranya motivasi untuk menuliskan gagasan-gagasan untuk FISIP UI ini diperkuat
setelah saya membaca kutipan Pramoedya Ananta Toer dalam Tetralogi Buru, “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi
selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.
Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”
Dalam membaca
kutipan Pram di atas, secara personal saya tidak berharap untuk dikenang dalam
sejarah. Namun, saya berharap agar gagasan-gagasan serta kritik yang pernah
saya tulis dapat menjadi acuan pada suatu saat nanti ketika orang-orang di
FISIP mempermasalahkan hal ini dan itu. Karena saya merasa bahwa regenerasi ide
adalah salah satu hal yang penting dilakukan demi menciptakan pembangunan yang
berkelanjutan. Kritik-kritik terhadap stagnansi ide yang seakan-akan membuat
kita berjalan di tempat dan melaksanakan rutinitas tahunan sebagaimana yang
kerapkali saya dengar perlu diupayakan untuk dicari jawabannya. Mungkin
sebagian dari anda akan berpikir, sebagaimana yang pernah saya pertimbangkan,
bahwa saya sedang mengidap gejala post
power syndrome. Saya tidak ingin mengelak dengan argumentasi apapun, namun
pembacaan konteksnya saya fokuskan pada motivasi konstruktif untuk membangun
FISIP UI. Kiranya ada hal-hal yang mungkin pernah terpikirkan, dan mungkin saya
sesali untuk tidak dilakukan sebab keterbatasan dalam berbagai aspek bagi saya
masih menyisakan rasa tanggung jawab untuk berbagi gagasan kepada generasi ke
depan.
Saya menulis
menggunakan perspektif civil society, sebagai bagian dari masyarakat FISIP UI.
Saya berusaha memaparkan pembacaan saya terhadap hal-hal yang mungkin pernah
memenuhi fragmen-fragmen pemikiran saya selama saya menjalani kuliah di sini
sekaligus berusaha menghadirkan berbagai imajinasi yang mungkin terjadi pada
suatu hari nanti. Jika ada pihak-pihak yang merasa tidak berkenan, saya memohon
maaf. Namun, dengan kapasitas saya sebagai civil society, saya berusaha
mengoptimalkan hak asasi saya sebagai individu merdeka untuk menyatakan
pendapat di muka umum, meskipun itu di laman saya pribadi. Kiranya kita punya
visi yang sama, demi kebaikan FISIP dan kebermanfaatan seluas-luasnya, mari
duduk bersama, berdialektika dalam wicara maupun aksara, atas nama kecintaan
kita terhadap makara jingga!
Fisip Series,
Merawat Ingatan, Berpikir ke
Depan!
Salam
Lakon Hidup
Tidak ada komentar
Posting Komentar