Jumat, 30 Maret 2018

FISIP SERIES : SEBUAH PENGANTAR

Keresahan dan mungkin kecintaan saya terhadap FISIP menjadi sebuah motivasi untuk turut ambil bagian, bergerak dan berkontribusi dan mengabdikan diri saya. Kira-kira pada akhir tahun 2016, saya mengajak kawan saya Bob Aditya Hidayat untuk mengikuti sebuah proses politik untuk menjadi ketua BEM FISIP UI 2017. Berproses, berjuang dan tertatih-tatih. Kadang lelah, namun tak boleh ada kata menyerah. Proses tersebut memberikan arti besar bagi hidup saya. Sebuah fase yang mengakselerasi perubahan cara berpikir, pengetahuan, dan berbagai hal lainnya.

Kita perlu berangkat dari pengandaian bahwa manusia adalah individu sebagai individu secara hakiki bersifat sosial. Sebagai individu, manusia bermasyarakat (Marx dan Engels dalam Suseno, 1987 ). Individualitasnya dihayati dalam tindakannya yang sadar dan disengaja. Manusia adalah bebas sejauh ia sendiri dapat mengembangkan pikiran tentang tujuan-tujuan dan sarana-sarana kehidupannya dan sejauh ia dapat mencoba untuk bertindak sesuai dengannya, ia adalah bebas karena ia mampu untuk melihat ruang gerak dengan berbagai kemungkinan untuk bertindak yang sudah tersedia atau diciptakannya sendri dan darinya ia dapat memilih salah satu (Hoffe, 1981 dalam Suseno, 1987). Akan tetapi kemampuan tersebut hanya dimiliki oleh manusia karena dan sejauh ia merupakan bagian dari masyarakat. Perihal kesosialan ini bukan hanya sekedar tambahan situasi dari luar individualitas manusia, melainkan secara hakiki dalam individualitas dan kepribadiannya yang khas. Manusia dapat hidup dan berkembang karena orang lain.

Saya kira pembacaan saya terhadap buku Etika Politik karya Romo Magniz memberikan saya pijakan bahwasanya sebagai manusia, di balik dimensi individualitas yang saya miliki, saya memiliki pertanggungjawaban secara sosial karena perihal kesosialan ini secara hakiki dalam individualitas kepribadian saya sebagai manusia, yang khas. Pemahaman ini semakin mendorong saya untuk tidak melupakan salah satu masyarakat tempat saya tumbuh dan berkembang, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Dengan kapasitas saya sebagai insan akademis dan pernah menjadi pemangku kepentingan mahasiswa, saya merasa memiliki pertanggungjawaban untuk tetap melestarikan gagasan-gagasan yang mungkin pernah terpikirkan namun belum tersampaikan atau terealisasikan. Kiranya motivasi untuk menuliskan gagasan-gagasan untuk FISIP UI ini diperkuat setelah saya membaca kutipan Pramoedya Ananta Toer dalam Tetralogi Buru, “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”

Dalam membaca kutipan Pram di atas, secara personal saya tidak berharap untuk dikenang dalam sejarah. Namun, saya berharap agar gagasan-gagasan serta kritik yang pernah saya tulis dapat menjadi acuan pada suatu saat nanti ketika orang-orang di FISIP mempermasalahkan hal ini dan itu. Karena saya merasa bahwa regenerasi ide adalah salah satu hal yang penting dilakukan demi menciptakan pembangunan yang berkelanjutan. Kritik-kritik terhadap stagnansi ide yang seakan-akan membuat kita berjalan di tempat dan melaksanakan rutinitas tahunan sebagaimana yang kerapkali saya dengar perlu diupayakan untuk dicari jawabannya. Mungkin sebagian dari anda akan berpikir, sebagaimana yang pernah saya pertimbangkan, bahwa saya sedang mengidap gejala post power syndrome. Saya tidak ingin mengelak dengan argumentasi apapun, namun pembacaan konteksnya saya fokuskan pada motivasi konstruktif untuk membangun FISIP UI. Kiranya ada hal-hal yang mungkin pernah terpikirkan, dan mungkin saya sesali untuk tidak dilakukan sebab keterbatasan dalam berbagai aspek bagi saya masih menyisakan rasa tanggung jawab untuk berbagi gagasan kepada generasi ke depan.

Saya menulis menggunakan perspektif civil society, sebagai bagian dari masyarakat FISIP UI. Saya berusaha memaparkan pembacaan saya terhadap hal-hal yang mungkin pernah memenuhi fragmen-fragmen pemikiran saya selama saya menjalani kuliah di sini sekaligus berusaha menghadirkan berbagai imajinasi yang mungkin terjadi pada suatu hari nanti. Jika ada pihak-pihak yang merasa tidak berkenan, saya memohon maaf. Namun, dengan kapasitas saya sebagai civil society, saya berusaha mengoptimalkan hak asasi saya sebagai individu merdeka untuk menyatakan pendapat di muka umum, meskipun itu di laman saya pribadi. Kiranya kita punya visi yang sama, demi kebaikan FISIP dan kebermanfaatan seluas-luasnya, mari duduk bersama, berdialektika dalam wicara maupun aksara, atas nama kecintaan kita terhadap makara jingga!

Fisip Series,
Merawat Ingatan, Berpikir ke Depan!

Salam
Lakon Hidup

Tidak ada komentar

Posting Komentar

© BUKAMATA
Maira Gall