Aku ingin mencintaimu
dengan sederhana
Dengan kata yang tak
sempat diucapkan
kayu kepada api yang
menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu
dengan sederhana,
Dengan isyarat yang
tak sempat disampaikan
awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
Sebuah puisi karya Sapardi Djoko
Damono yang sangat sederhana tetapi sarat akan makna. Hanya dengan 34 kata,
Sapardi berhasil menggugah banyak orang dengan puisinya yang berjudul “Aku Ingin”
ini. Membaca puisi ini membuat saya turut melibatkan perasaan. Seakan-akan saya
merasa menjadi tokoh dalam puisi tersebut. Ya, keseakan-akanan yang lumrah
terjadi di berbagai macam penokohan yang terdapat di berbagai cerita dalam
berbagai bentuk.
Saya membuat tulisan ini sebagai
sebuah telaah sekaligus refleksi personal saya atas puisi “Aku Ingin”. Entah mengapa rasanya puisi ini cuckup relevan
dengan kehidupan saya sehari-hari. Ya, atau alasan lainnya mungkin hanya saya
terlalu melibatkan perasaan sehingga mencoba mencocok-cocokkan. Apapun
alasannya, yang jelas saya mencoba untuk menelaah dan merefleksikannya.
Pada bait pertama, Sapardi
membuka puisinya dengan kalimat “Aku
ingin mencintaimu dengan sederhana”. Di sini, saya memaknai tokoh dalam
puisi ini digambarkan sebagai seseorang yang mencintai dengan penuh
keapaadanyaan, mencintai dengan bersahaja, dan tidak berlebihan. Pemaknaan
lainnya yang saya rasa masih cukup relevan dengan ini adalah bahwasanya si
tokoh mencintai seseorang itu tanpa pamrih, benar-benar mencintai dengan tulus,
apa adanya, sederhana.
Kemudian, masih di bait yang sama
kalimat berikutnya “Dengan kata yang tak
sempat diucapkan” dapat kita maknai dengan perasaan yang tak terungkapkan,
terlambat disampaikan, dan masih mengganjal. Kemudian potongan kalimat “kayu kepada api yang menjadikannya abu”
merupakan gambaran adanya pengorbanan. Melalui potongan kalimat ini, si tokoh
yang diibaratkan sebagai kayu yang mencintai api digambarkan sebagai seseorang
yang benar-benar rela berkorban. Ia begitu mencintai api meskipun api tidak
mencintainya bahkan memusnahkannya hingga menjadi abu.
Pada bait kedua, kalimat “Aku ingin mencintaimu dengan sederhana” di
sini menjadi sebuah bentuk penegasan terhadap penggambaran tokoh tersebut.
Begitupun dengan potongan kalimat setelahnya yang juga sama seperti yang
terdapat pada bait sebelumnya. Potongan kalimat yang berbeda terletak pada
potongan kalimat “awan kepada hujan yang
menjadikannya tiada”. Sebenarnya, makna yang disampaikan di sini juga tidak
jauh berbeda dengan potongan kalimat “kayu
kepada api yang menjadikannya abu”. Di sini sang tokoh digambarkan sebagai
awan yang mencintai hujan. Awan sebagai pembentuk hujan, namun ketika ia turun
maka awan yang sirna, menjadi tiada. Di sini dapat dimaknai bahwasanya ketika
awan membentuk hujan yang menjadikan hujan itu ada, kemudian hujan itu
meninggalkan awan dan menjadikan awan itu tiada, kehilangan dirinya.
Telaah, dan refleksi pusi “Aku
Ingin” ini bisa membentuk berbagai macam pemaknaan. Semua tergantung bagaimana
sang pembaca memaknai puisi tersebut dengan latar belakang empiriknya maupun
pengetahuannya seputar kesusastraan. Apapun itu, yang jelas puisi “Aku Ingin”
karya Sapardi Djoko Damono ini telah menggugah banyak orang. Ada yang mengekspresikannya
dengan menangis, galau, melting, atau
berbagai ekspresi lainnya.
Apapun itu, refleksi yang
sekiranya bisa saya renungkan dari puisi “Aku Ingin” karya Sapardi ini adalah
hendaknya dalam mencintai seseorang kita harus terus tulus dan menghayatinya.
Bukan sekedar menjalani suatu hubungan yang tidak didasari oleh perasaan yang
tulus sehingga tidak ada kesadaran untuk melakukan pengorbanan.
-Lakon Hidup
Tidak ada komentar
Posting Komentar