Sabtu, 21 Mei 2016

Telaah dan Refleksi Puisi “Aku Ingin”



Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
Dengan kata yang tak sempat diucapkan 
kayu kepada api yang menjadikannya abu

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana,
Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
 awan kepada hujan yang menjadikannya tiada

Sebuah puisi karya Sapardi Djoko Damono yang sangat sederhana tetapi sarat akan makna. Hanya dengan 34 kata, Sapardi berhasil menggugah banyak orang dengan puisinya yang berjudul “Aku Ingin” ini. Membaca puisi ini membuat saya turut melibatkan perasaan. Seakan-akan saya merasa menjadi tokoh dalam puisi tersebut. Ya, keseakan-akanan yang lumrah terjadi di berbagai macam penokohan yang terdapat di berbagai cerita dalam berbagai bentuk.

Saya membuat tulisan ini sebagai sebuah telaah sekaligus refleksi personal saya atas puisi “Aku Ingin”.  Entah mengapa rasanya puisi ini cuckup relevan dengan kehidupan saya sehari-hari. Ya, atau alasan lainnya mungkin hanya saya terlalu melibatkan perasaan sehingga mencoba mencocok-cocokkan. Apapun alasannya, yang jelas saya mencoba untuk menelaah dan merefleksikannya.

Pada bait pertama, Sapardi membuka puisinya dengan kalimat “Aku ingin mencintaimu dengan sederhana”. Di sini, saya memaknai tokoh dalam puisi ini digambarkan sebagai seseorang yang mencintai dengan penuh keapaadanyaan, mencintai dengan bersahaja, dan tidak berlebihan. Pemaknaan lainnya yang saya rasa masih cukup relevan dengan ini adalah bahwasanya si tokoh mencintai seseorang itu tanpa pamrih, benar-benar mencintai dengan tulus, apa adanya, sederhana.

Kemudian, masih di bait yang sama kalimat berikutnya “Dengan kata yang tak sempat diucapkan” dapat kita maknai dengan perasaan yang tak terungkapkan, terlambat disampaikan, dan masih mengganjal. Kemudian potongan kalimat “kayu kepada api yang menjadikannya abu” merupakan gambaran adanya pengorbanan. Melalui potongan kalimat ini, si tokoh yang diibaratkan sebagai kayu yang mencintai api digambarkan sebagai seseorang yang benar-benar rela berkorban. Ia begitu mencintai api meskipun api tidak mencintainya bahkan memusnahkannya hingga menjadi abu.

Pada bait kedua, kalimat “Aku ingin mencintaimu dengan sederhana” di sini menjadi sebuah bentuk penegasan terhadap penggambaran tokoh tersebut. Begitupun dengan potongan kalimat setelahnya yang juga sama seperti yang terdapat pada bait sebelumnya. Potongan kalimat yang berbeda terletak pada potongan kalimat “awan kepada hujan yang menjadikannya tiada”. Sebenarnya, makna yang disampaikan di sini juga tidak jauh berbeda dengan potongan kalimat “kayu kepada api yang menjadikannya abu”. Di sini sang tokoh digambarkan sebagai awan yang mencintai hujan. Awan sebagai pembentuk hujan, namun ketika ia turun maka awan yang sirna, menjadi tiada. Di sini dapat dimaknai bahwasanya ketika awan membentuk hujan yang menjadikan hujan itu ada, kemudian hujan itu meninggalkan awan dan menjadikan awan itu tiada, kehilangan dirinya.

Telaah, dan refleksi pusi “Aku Ingin” ini bisa membentuk berbagai macam pemaknaan. Semua tergantung bagaimana sang pembaca memaknai puisi tersebut dengan latar belakang empiriknya maupun pengetahuannya seputar kesusastraan. Apapun itu, yang jelas puisi “Aku Ingin” karya Sapardi Djoko Damono ini telah menggugah banyak orang. Ada yang mengekspresikannya dengan menangis, galau, melting, atau berbagai ekspresi lainnya.

Apapun itu, refleksi yang sekiranya bisa saya renungkan dari puisi “Aku Ingin” karya Sapardi ini adalah hendaknya dalam mencintai seseorang kita harus terus tulus dan menghayatinya. Bukan sekedar menjalani suatu hubungan yang tidak didasari oleh perasaan yang tulus sehingga tidak ada kesadaran untuk melakukan pengorbanan.

-Lakon Hidup



Tidak ada komentar

Posting Komentar

© BUKAMATA
Maira Gall