Minggu, 15 Mei 2016

IMAM YANG BIJAKSANA



Beberapa waktu ke belakang saya kerapkali shalat di akhir waktu, khususnya shalat magrib. Seperti biasa, mushalla kampus yang tidak seberapa besar membuat mushalla terasa cukup padat. Belum lagi dikarenakan jam keluar kelas yang berbeda-beda membuat jamaah menjadi berkloter-kloter dan selalu padat tak ada habisnya.

Ada satu fenomena yang kerapkali memunculkan kritik saya. Bukan hanya terjadi di satu tempat, tapi di beberapa tempat yang pernah saya kunjungi. Saya menemukan adanya pola dan gejala yang sama di beberapa masjid atau mushalla di kampus. Saya melihat adanya hal yang mengganjal dari imam shalat, khususnya shalat maghrib. Kerapkali saya menemukan imam yang menurut saya spesial. Ya, sang imam ini spesial karena hafalannya yang mungkin banyak, sehingga bacaan yang dibacanya juga bacaan yang panjang meskipun secara fashohat masih terasa kurang nyaman.

Pernah saya shalat di waktu yang sudah mepet Isya. Waktu itu saya menjadi makmum. Sang imam yang termasuk kategori "spesial" ini membaca bacaan yang menurut saya cukup panjang, kalau tidak salah itu surat al baqarah, juz 1. Sang imam membaca dengan tajwid yang menurut saya agak berantakan sehingga membuat makmum mungkin menjadi tidak nyaman. Ditambah lagi, sang imam agak lupa-lupa sehingga beberapa kali dibenarkan oleh makmum.

Selesai shalat saya ngedumel dalam hati. Ya Allah, ini imam kok begini. Sudah tau maghrib mepet Isya, milih bacaan surat kok yang panjang-panjang. Belum lagi tajwidnya yang agak berantakan dan bacaannya yang salah berkali-kali. Kalau memang mau murajaah ya bukan di sini toh tempatnya. Imam shalat wajib di tempat umum ya seharusnya yang sudah siap dengan bacaannya.

Kejadian ini membuat saya ingat pesan guru saya sewaktu di pesantren dulu. "Kalo jadi imam shalat magrib, bacaannya ngga usah yang panjang-panjang. Baca surat yang pendek tapi tuntas itu lebih afdhal."

Bukan apa-apa, saya juga bukan orang yang tinggi ilmunya, bukan juga yang bagus bacaannya, bukan juga yang banyak hafalannya. Tapi ada rambu-rambu yang perlu diperhatikan oleh para imam dalam shalat, terkhusus shalat maghrib. Di sini kita perlu menggali lagi lebih dalam ilmu fiqh.

Iseng-iseng, saya cari lebih dalam masalah imam ini. Saya buka kitab Bidayatul Hidayah karya Imam Al Ghazali. Dalam kitab tersebut terdapat bahasan Adab Menjadi Imam. Imam Al Ghazali dalam pembukaan fasal tersebut menyebutkan sebuah hadis yang terjemahannya kurang lebih begini, "Anas bin malik berkata, aku tidak pernah melakukan shalat di belakang seorang pun yang lebih ringan dan lebih sempurna shalatnya daripada shalat Rasulullah."

Dari hadis ini, ada sebuah pelajaran penting tentang ringannya shalat. Maksud ringan disini adalah shalat yang tidak dilaksanakan dengan bacaan yang terlalu panjang sehingga dapat memberatkan jamaah. Hal tersebut dikarenakan shalat yang terlalu panjang bacaannya sehingga terasa berat bagi jamaah hanya akan merusak kekhusyuan shalat.

Peringanan atau takhfif salat ini didukung dengan adanya Nash hadits yang saya temukan dalam kitab fathul bari. Hadits yang menerangkan hal ini, yaitu hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu:

Jika salah seorang kalian shalat bersama manusia, maka hendaklah (dia) mentakhfif, karena pada mereka ada yang sakit, lemah dan orang tua. (Akan tetapi), jika dia shalat sendiri, maka berlamalah sekehandaknya”

Beberapa hadits ini sesungguhnya sangat relevan dan perlu dipahami oleh para imam. Perihal perlunya para imam mentakhfif shalat dengan argumentasi memahami kondisi jamaah sebagaimana yang tergambar dalam hadits di atas. Apalagi dalam kondisi di kampus yang jamaahnya bisa berkloter-kloter dan pertimbangan waktu maghrib yang singkat.

Ibadah shalat adalah ibadah yang lekat dengan keseharian kita. Shalat berjamaah adalah suatu hal yang utama dan di dalamnya ada pembagian peran antara imam dan makmum. Imam, sebagai seorang pemimpin dalam ibadah ini tentunya sangat perlu untuk belajar lebih banyak tentang kebijaksanaan. Bijaksana untuk mehamami bagaimana kondisi jamaah, bagaimana kondisi sekitar.


Wallahu A’lam Bis Showab

Tidak ada komentar

Posting Komentar

© BUKAMATA
Maira Gall