"Ikhlas itu seperti surat al
ikhlas, ngga pernah tersebut kata ikhlas di dalamnya." -Ungkapan seorang
teman
Malam menuju pagi yang kontemplatif.
Sebentar lagi akan terbit fajar. Dan ia akan segera menggantikan temaram lampu
kamar. Kuambil sebuah lembaran, kulihat perlahan, kubaca pelan-pelan, lalu
kutemukan :
"Allahus shomad"
Kubaca
ulang, meraba-raba kembali maknanya. Masih penasaran, lalu kubuka lagi quran
terjemahan. Bukankah ini surah Al Ikhlas? Kenapa tidak satupun kutemukan kata “Ikhlas”
di dalamnya? Pertanyaan ini begitu menggantung di kepala.
----------------------------------------------------------------------------------------------------
Penasaran, jelas memang saya merasa
penasaran dengan makna di balik surat ini. Sejak kecil, mungkin ini adalah
surat yang paling sering kita dengar sekaligus kita baca selain surat Al Fatihah. Selain karena memang
ayatnya ringkas, mudah dihafal, ya mungkin karena memang keutamaan-keutamaan
yang terkandung di dalamnya.
Rasa penasaran saya membuat saya menggali
lebih dalam. Saya mencoba mencari jawaban apa makna di balik Al Ikhlas tersebut
dan mengapa tidak ada kata Ikhlas di dalamnya. Saya mencoba membuka salah satu
kitab tafsir, yang dikarang oleh ulama kenamaan asal Damaskus, yakni Ismail
Ibnu Katsir. Pada kitab tersebut, saya hanya menemukan asbabun nuzul dan
keutamaan-keutamaan surat ini berdasarkan hadis. Kalau dilihat-lihat bahasan
dalam surat ini utamanya adalah mengenai ketauhidan. Lalu, saya mencari dari
sumber lain, dan menemukan penjelasan yang cukup masuk akal.
Alasan surat tersebut dinamai Al
Ikhlas dikarenakan penamaan ini memilih salah satu dari dua cara penamaan surat
dalam Alquran, yaitu dikarenakan maknanya, bukan karena salah satu kata di
dalamnya. Dalam surat ini Allah tidak memasukkan keterangan lain selain
keterangan tentang-Nya. Di sini Allah seakaan ingin menerangkan tentang
kesucian-Nya(secara harfiah Khalasa berarti murni atau bersih). Selain itu,
dalam surat ini Allah seakan mengajarkan prinsip Ikhlas kepada hamba-hambanya
untuk menjalankan agama, bertauhid, mengakui keesaan-Nya. Inilah yang lebih
kita kenal dengan “mukhlisina lahud diin”.
Penjelasan-penjelasan di atas memang
bersumber dari tafsiran. Pembacaan-pembacaan yang didasarkan atas hadis nabi
atau ayat lain, serta penjelasannya dalam agama. Saya mencoba untuk
mentadabburinya. Saya mencoba untuk meresapi maknanya dengan lebih
kontemplatif, yang didasarkan atas pembacaan dan pengalaman pribadi.
Dari keempat ayat yang terdapat di
dalam surah Al Ikhlas, saya berfokus pada ayat kedua, yang berbunyi “Allahus
Shomad”. Kurang lebih artinya “Allah
adalah tempat bergantung kepada-Nya segala sesuatu”. Inilah poin yang kiranya
sedang paling saya dalami sebab begitu dekat secara empiris. Entah, saya sedang
merenungi ini dalam-dalam. Saya merasa mulai menemukan titik krisis kepercayaan
kepada manusia. Bukan berarti tidak bisa percaya, tetapi tepatnya lebih
waspada.
Kepercayaan kepada manusia dan
ketergantungan atasnya membuat kita menjadi lupa diri. Kerapkali kita tidak
sadar, manusia adalah yang hatinya cepat berubah. Bisa saja hari ini kita
dipuji-puja, tetapi esok bisa saja kita sudah dibenci dan dihina. Dan oleh
karenanya suatu kesalahan yang teramat besar ketika kita menjadikan manusia
sebagai tempat bergantung, menjadikan manusia sebagai alasan untuk melakukan
suatu kebaikan. Padahal sepatutnya kita benar-benar ikhlas, kembali kepada
tujuan awal perbuatan baik dan buruk kita kepada makhluk juga disandarkan kepada
Allah. Demi menggapai “ridhallah”. Sehingga
tidak perlu ada kekecewaan ketika kita gagal melakukan atau ketika kita
ditinggalkan. Karena kita benar-benar mengerti, apa yang kita tuju adalah semata-mata
ilahi robbi.
Wallahu A’lam Bis Showab
Tidak ada komentar
Posting Komentar