Minggu, 08 Mei 2016

Allahus shomad


"Ikhlas itu seperti surat al ikhlas, ngga pernah tersebut kata ikhlas di dalamnya." -Ungkapan seorang teman

Malam menuju pagi yang kontemplatif. Sebentar lagi akan terbit fajar. Dan ia akan segera menggantikan temaram lampu kamar. Kuambil sebuah lembaran, kulihat perlahan, kubaca pelan-pelan, lalu kutemukan :

"Allahus shomad"

Kubaca ulang, meraba-raba kembali maknanya. Masih penasaran, lalu kubuka lagi quran terjemahan. Bukankah ini surah Al Ikhlas? Kenapa tidak satupun kutemukan kata “Ikhlas” di dalamnya? Pertanyaan ini begitu menggantung di kepala.
----------------------------------------------------------------------------------------------------

Penasaran, jelas memang saya merasa penasaran dengan makna di balik surat ini. Sejak kecil, mungkin ini adalah surat yang paling sering kita dengar sekaligus kita baca selain surat Al Fatihah. Selain karena memang ayatnya ringkas, mudah dihafal, ya mungkin karena memang keutamaan-keutamaan yang terkandung di dalamnya.


Rasa penasaran saya membuat saya menggali lebih dalam. Saya mencoba mencari jawaban apa makna di balik Al Ikhlas tersebut dan mengapa tidak ada kata Ikhlas di dalamnya. Saya mencoba membuka salah satu kitab tafsir, yang dikarang oleh ulama kenamaan asal Damaskus, yakni Ismail Ibnu Katsir. Pada kitab tersebut, saya hanya menemukan asbabun nuzul dan keutamaan-keutamaan surat ini berdasarkan hadis. Kalau dilihat-lihat bahasan dalam surat ini utamanya adalah mengenai ketauhidan. Lalu, saya mencari dari sumber lain, dan menemukan penjelasan yang cukup masuk akal.
Alasan surat tersebut dinamai Al Ikhlas dikarenakan penamaan ini memilih salah satu dari dua cara penamaan surat dalam Alquran, yaitu dikarenakan maknanya, bukan karena salah satu kata di dalamnya. Dalam surat ini Allah tidak memasukkan keterangan lain selain keterangan tentang-Nya. Di sini Allah seakaan ingin menerangkan tentang kesucian-Nya(secara harfiah Khalasa berarti murni atau bersih). Selain itu, dalam surat ini Allah seakan mengajarkan prinsip Ikhlas kepada hamba-hambanya untuk menjalankan agama, bertauhid, mengakui keesaan-Nya. Inilah yang lebih kita kenal dengan “mukhlisina lahud diin”.

Penjelasan-penjelasan di atas memang bersumber dari tafsiran. Pembacaan-pembacaan yang didasarkan atas hadis nabi atau ayat lain, serta penjelasannya dalam agama. Saya mencoba untuk mentadabburinya. Saya mencoba untuk meresapi maknanya dengan lebih kontemplatif, yang didasarkan atas pembacaan dan pengalaman pribadi.

Dari keempat ayat yang terdapat di dalam surah Al Ikhlas, saya berfokus pada ayat kedua, yang berbunyi “Allahus Shomad”. Kurang lebih artinya “Allah adalah tempat bergantung kepada-Nya segala sesuatu”. Inilah poin yang kiranya sedang paling saya dalami sebab begitu dekat secara empiris. Entah, saya sedang merenungi ini dalam-dalam. Saya merasa mulai menemukan titik krisis kepercayaan kepada manusia. Bukan berarti tidak bisa percaya, tetapi tepatnya lebih waspada.

Kepercayaan kepada manusia dan ketergantungan atasnya membuat kita menjadi lupa diri. Kerapkali kita tidak sadar, manusia adalah yang hatinya cepat berubah. Bisa saja hari ini kita dipuji-puja, tetapi esok bisa saja kita sudah dibenci dan dihina. Dan oleh karenanya suatu kesalahan yang teramat besar ketika kita menjadikan manusia sebagai tempat bergantung, menjadikan manusia sebagai alasan untuk melakukan suatu kebaikan. Padahal sepatutnya kita benar-benar ikhlas, kembali kepada tujuan awal perbuatan baik dan buruk kita kepada makhluk juga disandarkan kepada Allah. Demi menggapai “ridhallah”. Sehingga tidak perlu ada kekecewaan ketika kita gagal melakukan atau ketika kita ditinggalkan. Karena kita benar-benar mengerti, apa yang kita tuju adalah semata-mata ilahi robbi.


Wallahu A’lam Bis Showab

Tidak ada komentar

Posting Komentar

© BUKAMATA
Maira Gall