Sabtu, 02 April 2016

3/4 Dini Hari



Dan pada akhirnya saya kembali menulis disini.

Mencoba untuk menggerakan jari-jemari saya yang telah terkulai lemas, atau mungkin sekedar bosan menjadi anak malas.

Setelah seharian saya berpetualang di belantara bimbang, terseok-seok melewati belukar, hingga terperosok jurang.

Mungkin ini masa reses, hari-hari yang katanya cocok menjadi masa istirahat di tengah hantaman badai ujian. Namun rasa-rasanya tetap saja, semua ini tak kunjung membuat saya girah untuk mengerjakan tugas-tugas. Ah, lagi-lagi saya bosan dan kata substitusi paling tepat ialah malas.

Mungkin hati ini mulai lelah, bosan melihat ritme  hidup yang kian hari kian mekanistik.

Seakan-akan kita lupa bagaimana caranya menikmati senja, mendengarkan nyanyian burung-burung  yang berkicau di pagi hari, menikmati aroma tanah yang dibasahi embun, sambil menyeruput secangkir teh hangat atau kopi.

Mungkin hati mulai lelah, bosan mendengar suara-suara sumbang

Seakan-akan dunia ini sudah kehabisan kata-kata yang indah untuk dinarasikan, bait-bait apik yang saling beriringan, atau nada-nada indah untuk didawaikan

Sekarang pukul satu pagi. Dan jari-jemariku masih saja gelisah untuk bergerak kesana-kemari. Mengikuti perintah waktu yang tak pernah mau menunggu.

Dan kini saya yang resah. Tidak, mungkin terlalu hiperbolis. Mungkin saya sedang menikmati kenyataan, persoalan-persoalan, dan perkara-perkara hidup yang secara alami membuat saya menjadi melankolis. Mungkin juga menjadi sedikit lebih puitis.

Dan selalu ada jutaan manusia nyinyir, yang tak pernah berhenti mencibir. Seakan-seakan menjadi manusia yang paling fahim atas persoalan-persoalan orang lain, lalu kemudian terlalu inisiatif menjadi hakim. Padahal dibentur realitas saja tidak, masih menengadahkan tangan kepada ibu bapak.

Termasuk atas ketidakjelasan ini. Satu-dua di antara kalian pasti mengernyitkan dahi. Sebagian mencoba memahami, sebagian melewati, dan sebagian lain mungkin hanya akan berkata, “apaan si?!”

Sudahlah, ini hanya narasi dini hari. Pengantar tidur penikmat elegi. Tak perlu diseriusi. Tak perlu diamini apalagi diimani. Ini hanya secarik imaji yang mungkin tiada berarti.


 Lakon Hidup

Tidak ada komentar

Posting Komentar

© BUKAMATA
Maira Gall