Dan pada akhirnya saya kembali menulis disini.
Mencoba untuk menggerakan jari-jemari saya yang telah
terkulai lemas, atau mungkin sekedar bosan menjadi anak malas.
Setelah seharian saya berpetualang di belantara bimbang,
terseok-seok melewati belukar, hingga terperosok jurang.
Mungkin ini masa reses, hari-hari yang katanya cocok menjadi
masa istirahat di tengah hantaman badai ujian. Namun rasa-rasanya tetap saja,
semua ini tak kunjung membuat saya girah untuk mengerjakan tugas-tugas. Ah,
lagi-lagi saya bosan dan kata substitusi paling tepat ialah malas.
Mungkin hati ini mulai lelah, bosan melihat ritme hidup yang kian hari kian mekanistik.
Seakan-akan kita lupa bagaimana caranya menikmati senja,
mendengarkan nyanyian burung-burung yang
berkicau di pagi hari, menikmati aroma tanah yang dibasahi embun, sambil
menyeruput secangkir teh hangat atau kopi.
Mungkin hati mulai lelah, bosan mendengar suara-suara
sumbang
Seakan-akan dunia ini sudah kehabisan kata-kata yang indah untuk
dinarasikan, bait-bait apik yang saling beriringan, atau nada-nada indah untuk
didawaikan
Sekarang pukul satu pagi. Dan jari-jemariku masih saja
gelisah untuk bergerak kesana-kemari. Mengikuti perintah waktu yang tak pernah
mau menunggu.
Dan kini saya yang resah. Tidak, mungkin terlalu hiperbolis.
Mungkin saya sedang menikmati kenyataan, persoalan-persoalan, dan
perkara-perkara hidup yang secara alami membuat saya menjadi melankolis. Mungkin
juga menjadi sedikit lebih puitis.
Dan selalu ada jutaan manusia nyinyir, yang tak pernah
berhenti mencibir. Seakan-seakan menjadi manusia yang paling fahim atas
persoalan-persoalan orang lain, lalu kemudian terlalu inisiatif menjadi hakim.
Padahal dibentur realitas saja tidak, masih menengadahkan tangan kepada ibu
bapak.
Termasuk atas ketidakjelasan ini. Satu-dua di antara kalian
pasti mengernyitkan dahi. Sebagian mencoba memahami, sebagian melewati, dan
sebagian lain mungkin hanya akan berkata, “apaan si?!”
Sudahlah, ini hanya narasi dini hari. Pengantar tidur penikmat elegi. Tak perlu diseriusi.
Tak perlu diamini apalagi diimani. Ini hanya secarik imaji yang mungkin tiada
berarti.
Tidak ada komentar
Posting Komentar