Kamis, 06 Agustus 2015
Lenyap
Aku bercerita tentang lenyap
Oh bukan, aku hendak bertanya tentang lenyap
Lenyap, seperti yang kau bilang tempo hari
Saat senja beranjak pergi
Lenyap?
Ia-kah yang kau sebut dengan pergi? Jikalau benar, biarkan aku pergi menyusuri jejak ketidakastian
Ia-kah yang kau sebut dengan hancur? Jikalau benar, biarkan aku hancur tergilas kejamnya roda nasib
Ia-kah yang kau sebut dengan lekang ? Jikalau benar, biarkan aku lekang dibakar panas
Ia-kah yang kau sebut dengan lapuk? Jikalau benar, biarkan aku lapuk oleh gerus hujan
Ia-kah yang kau sebut dengan gila? Jikalau benar, biarkan aku gila dengan bayangmu tersisa dalam ingatan
Ia-kah yang kau sebut dengan mati? Jikalau benar, biarkan aku mati membawa mimpi, selain kafan dan serpihan amal
Lenyap?
Mungkin tak kutampakkan lagi wajahku di hadapanmu
Malu akan ludah hardik tanda jijikmu dengan berjuta alasan yang tak pernah kutau
Ingin aku mencoba bertanya
Namun menatap wajahku saja tak sudi bagimu kiranya, apalagi untuk menjawab tanya
Ada kecut di balik manis bibirmu
Ada silau di balik tatap matamu
Ada belati digenggam tangan halusmu
Ada api menyekam di kawah jiwamu
Kucoba maniskan kecutnya, namun tiadalah merubah rasa
Kucoba tutupi silaunya, namun tak kuat kulawan cahaya
Kucoba tumpulkan tajamnya, namun tanganku tergores lalu terluka
Kucoba padamkan jilat lidahnya, namun tetap saja sisakan bara
Lalu apakah lenyap yang menjadi satu-satunya harap?
Seolah kuberlari memuncak dan terjun bebas ke dalam kawah sesembahan para dewa
Seolah kumusnah, menjadi debu beterbangan begitu saja disapu angin berhembus tak henti-hentinya
Maka atas itu semua kusudahi segalanya
Apa yang patut kubawa hanya tinggal serpihan kenang yang tak pantas lagi kukais sisa-sisanya
Dan jikalau lenyap menjadi sebuah pinta, maka biarkan aku pergi bersama angin berhembus.
(Lakon Hidup)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar
Posting Komentar