Sabtu, 15 Agustus 2015

Belajar dari Jalanan #1 (Tunanetra)

[Sekedar Berbagi, Bismillah]
Tadi siang di jalan di kawasan pancoran, aku bertemu seorang tunanetra yang sedang berdiri di trotoar. Aku yang sedang melintas melihat beliau seperti hendak memberhentikan angkutan umum. Kupinggirkan sejenak kuda besiku, lalu kuhampiri dan kutanya.


"Bapak mau kemana?"
"Mau ke tanah abang mas."
Aku yang kurang hafal angkutan umum daerah sana segera bertanya kepada supir taksi yang sedang mangkal.
"Bang, ke tanah abang dari sini naek apa?"
"Naek 640 mas, metromini."
"Oke bang, makasih."
Lalu kuhampiri kembali bapak tunanetra itu.
"Dari sini naek metromini pak, 640. Tunggu sebentar ya pak. Bisnya belom keliatan. Jalanan agak macet."tandasku
"Sekarang ini di daerah mana ya mas?" Tanya si bapak
"Ini daerah pancoran pak."
"Ooh. Kalo mau ke pasar minggu nyebrangnya jauh ngga?"
"Ngga pak, bisa saya sebrangin. Jadinya bapak mau ke tanah abang apa ke pasar minggu?"
"Wah, pasar minggu aja deh."
"Oke pak, sini saya sebrangin"
Aku dan si bapak tiba di sebrang jalan tempat kami berdiri tadi. Lalu kuantarkan si bapak naik ke metromini. Kutitipkan si bapak kepada kenek metromini yang dari wajahnya tampak curiga.
"Titip bang, turunin pasar minggu." Kataku kepada kenek.
            Usai mengantar si bapak aku kembali melanjutkan perjalanan dan memutar balik ke arah pasar minggu. Akan tetapi, aku kembali tidak nyaman ketika sekitar 200 meter dari halte Volvo melihat bapak tunanetra tadi berjalan ke arah sebaliknya. Aku khawatir jikalau bapak tersebut diturunkan sang kenek karena tak punya uang. Aku terus menduga-duga. Namun sayangnya, aku dalam kondisi terburu-buru dan posisiku saat itu sedang berada di lajur kanan dengan banyak kendaraan melaju cepat. Sempat terpikir untuk memutar arah, namun aku sangat terburu-buru. Aku mencoba husnudzan, dan berdoa agar si bapak baik-baik saja.

         Akan tetapi, di perjalanan aku justru merenung.Betapa semangatnya si bapak dan begitu mandiri. Ya Allah, betapa hinanya hamba yang masih saja tidak bersyukur akan setiap kenikmatan yang telah engkau beri. Betapa tak tahu dirinya hamba yang masih saja cemburu akan kenikmatan yang terlihat“lebih” kepada hambamu yang lain. Betapa lemahnyahamba, yang masih berat untuk melangkahkan kaki ke masjid yang padahal azannya begitu nyaring dan jelas terdengar di telinga. Betapa manjanya hamba yang hanya sebab terik mentari lalu tak ingin bepergian menjalankan amanah sebab takut kulit dan wajah mulus menjadi tidak seperti sebelumnya. Betapa terkutuknya hamba yang masih saja malas untuk melangkahkan kaki ke kelas untuk duduk berkuliah, padahal masih ada jutaan anak petani, nelayan, atau buruh dan golongan rakyat miskin yang lebih membutuhkan pendidikan untuk mengangkat derajat dan kesejahteraan hidup mereka. Igfirlana ya rabba… Iftahlana abwaabal khoirot…

-LH, Hamba Allah-

Tidak ada komentar

Posting Komentar

© BUKAMATA
Maira Gall