Senin, 23 Desember 2013

LOST IN JOGJA(Delayed Posting on July 2013)




Baru saja kutuntaskan kenangan-kenangan pada tahun keduaku di Insan Cendekia. Hampir saja kututup buku ini, namun rasanya belum sempurna sebelum ada lembaran istimewa yang mengakhirinya. Kudengar teman-teman ada yang ingin liburan kesana-kemari. Namun yang paling menarik perhatianku adalah naik gunung. Entah mengapa aktivitas ini bagiku cukup menantang. Entah apakah memang aku yang sudah terkontaminasi kuat oleh Soe Hok Gie, apalah itu.Yang jelas naik gunung menjadi target utamaku. Awalnya aku ingin bergabung bersama teman-teman yang hendak mendaki Gunung Merbabu. Namun pada kenyataannya waktu belum mengizinkan.
Ya, namun tak patah arang dan hilang akal. Aku masih bisa menikmati liburan sesuai dengan yang kuinginkan. Naik gunung adalah wisata yang memuaskan bagi mereka yang menginginkan. Kupikir-pikir baik juga, sebab aku tak harus merogoh kocek dalam untuk aktivitas tersebut. Namun, ternyata rejeki berkata beda. Aku diizinkan untuk berlibur ke Jogja selama 5 hari dari tanggal 24 sampai tanggal 29 Juli.Wow!It’s Great! Kapan lagi liburan seperti ini. Kalau dipikir-pikir, mungkin ini liburan paling nyaman terakhir sebelum di akhir kelas tiga nanti.Kenapa libur paling nyaman?Sebab pada liburan ini tidak ada tugas seperti pada liburan biasanya. Maklum lah, IC bukan sekolah yang murah libur.
Menjelang hari keberangkatan. Tiket sudah dipesan. Pulang-Pergi. Walaupun belum berbentuk tiket siap pakai, namun untuk urusan ini telah usai. Packing urusan belakang. Namun ada satu yang kurang.Kamera. Ini adalah elemen penting. Mengingat dalam perjalanan aku tidak hanya ingin bersenang-senang. Namun, aku ingin menjadikan perjalanan dan liburanku menjadi sebuah bahan yang cukup untuk dijadikan sebuah karya. H-1 kamera belum di tangan. Namun tak kehabisan akal. Kubuka Facebook dan mulai mencari-cari. Hingga akhirnya sampai pada satu nama. Dwi Fitrotul Ummah. Ia adalah adik kelasku di Al Nahdlah. Dan saat ini ia sedang mengikuti kegiatan PTS sebagai siswa kelas X MAN Insan Cendekia Serpong. Setelah kudapati, semuanya telah siap. Tinggal waktunya keberangkatan.
·            1st Day-Keberangkatan-Tiba-Parangtritis
Jadwal keberangkatan kereta yang tertera adalah pukul 06.10 WIB. Cukup pagi. Sementara pukul 12 malam aku masih belum menyelesaikan packing. Terhitung tanggung karena rencana berangkat jam 3, aku memilih untuk tidak tidur. Pikirku, perjalanan kereta selama delapan cukup untuk kembali mengisi tenaga. Waktu keberangkatan meleset 15 menit dari yang dijadwalkan. Baru pada tepat pukul 03.15 kami berangkat. Perjalanan dimulai. Kali ini ayah yang mengendarai motor. Jalan-jalan masih sepi. Pagi buta yang cukup dingin. Karena stigma ngaret 15 menit, kecepatan pun meninggi. Ternyata, Depok-Senen ditempuh dalam waktu hanya setengah jam. Lumayan express.
Setibanya disana aku mengantre tiket. Setelah shalat Subuh aku bergegas masuk rangkaian gerbong Kereta Gajahwong. Sebuah kereta Ekonomi AC jurusan Jogjakarta. Aku lebih memilih kereta Ekonomi AC karena aku merasa lebih nyaman dari bisnis. Aku duduk di gerbong 1 bangku 6D. Selama perjalanan dalam dua kursi yang berhadapan aku ditemani oleh seorang wanita paruh baya bersama anaknya dan seorang mahasiswi yang sedang kuliah ekonomi di Jakarta. Di awal perjalanan kami sempat mengobrol untuk mencairkan suasana. Dan perjalanan pun dimulai…
Sepanjang perjalanan mungkin tak banyak yang bisa kuceritakan. Karena kurasa perjalanan menggunakan kereta sama saja. Lagipula, sangat banyak sekali yang sudah bolak-balik perjalanan dengan kereta lintas jawa dan jauh lebih tinggi frekuensinya dari perjalananku. Yang jelas di kereta aku tidur 4 jam, sisanya melihat jalan dan sedikit membaca buku. Hingga akhirnya aku pun tiba di stasiun Tugu. Disana aku dijemput oleh pamanku. Ia adalah seorang mahasiswa Fakultas Hukum UGM yang saat ini sedang mengambil skripsi. Agaknya mungkin akan merepotkan, namun justru karena sedang skripsi jadi waktunya lebih bebas. Selama di Jogja aku akan tinggal di kos-kosannya. Lumayan lah, semakin memperkuat prinsip backpacker. Karena rasanya tak mungkin aku menyewa loss men ataupun hotel.
Ini kali kedua aku pergi ke Jogja. Kali kedua pula melintasi jalan-jalan Jogja yang kurasa semakin tak asing. Suasananya memang berbeda. Perjalanan dari stasiun Tugu menuju kos-kosan ditempuh dalam waktu kurang lebih 15 menit. Cukup dekat. Tepatnya aku akan tinggal di daerah Pogung Rejo. Sudah kedua kalinya pula aku kesini. Di kos-kosan suasana kemahasiswaan begitu kental terasa. Kesibukan, kesederhanaan, tugas-tugas, cukup mendorong imajinasiku yang berpikir akan merasakan suasanana seperti ini dalam setahun kedepan(Amiin…). Saat ini, di kosan ternyata aku bukan penumpang tunggal. Ternyata ada teman lama pamanku yang sama-sama berasal dari Depok dan sedang berlibur. Jadi, dalam kamar kos untuk 4 hari kedepan akan diisi tiga orang. Asik juga…
Menutup sore ini, tak afdol rasanya tanpa ada kegiatan apa-apa. Akhirnya kami memutuskan untuk pergi menuju suatu tempat. Karena aku pun masih cukup lelah, kami pergi ke tempat yang tak terlalu jauh. Kami pergi menuju arah selatan, Parangtritis. Awalnya kupikir akan pergi ke pantai, namun ternyata aku dibawa ke sebuah tebing-tebing. Ini adalah tempat yang biasa di pakai oleh pamanku dan MAPALA-nya untuk Rock Climbing.Emm…pantas saja di pintu masuk pantai tadi kita tidak bayar, ternyata ia sudah sering kesini. Tinggal bilang “Mau manjat pak!”, dan kami pun lolos tanpa membayar sepeser-pun. Di atas sana, kami menyaksikan sunset yang sangat indah. Awan-awan yang turut melukis langit dibalik warna jingga yang makin lama makin menghitam. Suara deburan ombak menambah suasana indahnya petang. Fantastic!

Kami pun kembali menuju kos-kosan. Dan pada malam itu aku tidur cukup cepat sebab rasanya badan ini masih lelah dengan perjalanan kereta dan perjalanan motor yang cukup jauh. 1st day has been cleared!
·                     2nd Day-UGM-Merapi
                Ini hari keduaku liburan di Jogja. Agenda hari ini adalah bertandang ke UGM. Jarak UGM dengan kos-kosan memang tidak terlalu jauh. Namun aku kesana dengan menggunakan sepeda motor. Dilalah pada hari ini ternyata Om Ginda (pamanku) juga pergi ke kampus untuk mengembalikan buku. Aku pun turut ikut ke kampus, setelah disana, aku pergi berkeliling sendiri. Sejak di kos-kosan aku menghubungi beberapa alumni yang ada disana. Dan yang dapat dengan mudah kutemui adalah Ka Abid Mubarok. Ya, mungkin Magnivic sudah tidak asing lagi dengan nama yang satu ini. Alumni yang terkenal ramah dan bersahabat dari angkatan Gycentium Credas Disorator ini sedang menjalankan studi di fakultas Teknologi Pertanian UGM. Saat kutemui, ternyata ia masih saja sama seperti dulu, ramah dan asik selain ternkenal pula dengan kepiawaiannya mengolah si kulit bundar.
                Awalnya aku dibawa Ka Abid berkeliling FTP. Kebetulan aku belum makan siang dan kami pun makan di kantin. Cukup tenang, karena makanan di Jogja harga bersahabat. Setelah usai makan, aku diajak ka Abid bertemu dengan Alumni IC yang tadi sedang memimpin rapat. Ya, namanya adalah Ka Iim. Seorang mahasiswi alumni IC yang saat ini sedang menjabat sebagai Ketua BEM Fakultas Teknologi Pertanian. Keren bro!Cewek jadi ketua BEM! Setelah berkenalan dengan Ka Iim, aku diajak Ka Abid main ke kontrakan Gycen. Kami berjalan dari kampus menuju kontrakan yang juga tak jauh dari kampus.
Sesampainya disana, kami cukup bingung dengan banyaknya motor-motor di depan rumah kontrakan. Ternyata motor-motor itu adalah tunggangan para mahasiswa Fakultas Teknik jurusan Teknik Mesin kawan-kawan Ka Nabil. Aku sempat sedikit kaget, ternyata mereka sedang teaching dan diajar oleh ka Nabil. Dasar Alumni IC! Emang dasarnya jago-jago. Lalu di dalam aku juga bertemu dengan Ka Kurni dan Ka Azhar. Ka Kurni yang mengambil jurusan Teknik Kimia sedang serius belajar karena saat itu mereka masih UAS. Sementara Ka Azhar sedang konsentrasi bermain game.Haha…Ironis. Setelah menunaikan shalat ashar di mushola samping rumah, aku turut berpamit.
 Ka Abid kembali ke Kampus karena ada rapat BEM, sementara aku menunggu dijemput di kampus. Sambil menunggu, setali tiga uang aku turut menyempatkan berkeliling tiga fakultas yang berdekatan. ISIPOL, Hukum, dan Ekonomi. Melihat-lihat bagaimana aktivitas dan fasilitas.Cukup menyenangkan. Aku juga turut menyempatkan melihat-lihat markas MAPALA FH UGM yaitu Majestic-55. Organisasi Pencinta Alam ini turut pernah dipimpin oleh Om Ginda pada tahun lalu. Ada pula Wall Climbing yang diatasnya bergambar logo Majestic-55. Kondisi Wall Climbing yang cukup terurus ini membuatku iri karena di IC kondisi Wall Climbing-nya sangat memprihatinkan. Jemputan pun datang, dan pada akhirnya  aku pulang menuju kos-kosan.
Malam ini kami akan berangkat ke gunung. Tepatnya Merapi. Aku menunggu di kosan. Sementara Om Ginda dan Bang Acoy membeli beberapa kebutuhan kami untuk pendakian. Makanan ringan seperti roti, air mineral, dan minuman bersoda. Bekal seadanya untuk naik gunung. Ternyata kemungkinan besar kami tidak mendapat tenda. No Trouble, pendakian dapat tetap terlaksana. Namun, yang menjadi trouble adalah bagaimana kita pergi ke lokasi. Motor hanya satu, tapi kita bertiga. Di kos-kosan motor semua terpakai dan tidak ada yang bisa dipinjam. Kabar dari Majestic-55 yang malam ini akan naik gunung dan ingin pergi bersama masih simpang siur. Awalnya mereka bertiga, sehingga dapat diasumsikan ada satu motor dengan satu tempat kosong. Namun kabar berlanjut menjadi berempat sehingga nasib kami yang saat ini terkatung. Akhirnya diputuskan kami pergi sendiri-sendiri. Om ginda mencari sewaan motor. Akhirnya kami pun berangkat menuju Merapi lintas Magelang.
·         3rd Day
                    Kami berangkat dari Jogja pukul sebelas malam. Sampai di basecamp menuju pendakian di Selo sekitar pukul satu malam. Motor diparkir di tempat penitipan motor. Tanpa mendaftar dan membayar kami langsung menjuju ke atas. Intinya, kami adalah pendaki illegal. Aku tak mengerti, cukup ikut saja. Mungkin Om Ginda sudah merasa cukup berpengalaman sehingga tak perlu mendaftar dan membayar. Kami beristirahat sebentar sebelum melakukan pendakian. Awalnya kami ingin sedikit bersantai dengan meminum kopi sekedar melepas lelah. Namun ternyata tak ada satupun warung yang buka. Akhirnya kami terpaksa membuka ransum yang kami bawa dari Jogja. Setelah usai dan briefing sejenak pendakian pun kami mulai.
                  Kami bertiga memulai. Untuk pendakian ini aku ditunjuk sebagai sweeper(orang terakhir). Aku juga membawa Carrier. Om Ginda memimpin di depan. Ia juga membawa Carrier. Yang membedakan adalah aku dan Bang Acoy bergantian dalam membawa Carrier, namun ia tetap membawa sendiri. Masalah pengalaman pun berbicara. Fisik kami memang berbeda. Bang Acoy lebih cepat lelah, mungkin karena memang belum biasa, mungkin juga karena konsumsi rokoknya yang cukup tinggi. Sementara aku yang tidak merokok lebih bisa tahan. Dan yang lebih gila lagi memang Om Ginda. Dia merokok. Tapi sekali lagi, pengalaman berbicara. Basis sebagai ketua MAPALA dan pengalamannya yang sudah sangat sering naik gunung membuktikan ketahanan tubuh yang jauh lebih tinggi.
                  Awalnya aku memakai jaket. Namun di perjalanan ternyata menjadi terasa panas karena perjalanan yang mendaki dan membawa barang. Akhirnya Jaket kubuka dan aku hanya mengenakan kaos. Namun dinginnya kepala dan tangan memaksaku untuk tetap memakai topi dan sarung tangan. Ternayata begini sensasinya naik gunung. Menyenangkan. Sekitar pukul tiga kami hampir berada di tengah-tengah dengan ketinggian lebih dari seribu meter. Namun angin bertiup kencang. Sementara kami tidak membawa tenda. Pencahayaan saja hanya dengan lampu senter. Kami akhirnya memutuskan untuk berhenti sejenak dan berlindung di sebuah cerukan sebab angin yang kencang tidak memungkinkan untuk naik. Kondisi diatas lebih sedikit lagi pepohonan. Apalagi di Pasarbubah yang hanya terdapat pasir dan cadas. Dalam perhentian, kami banyak berdiskusi. Jogja, gunung, Iwan Fals, Kantata Takwa,  Swami, dan lain-lain rasanya tidak basi untuk dibicarakan. Cukup nyambung karena kami sama-sama simpatisan musisi-musisi legendaris itu. Tidak banyak yang ilmiah dan tidak juga bualan belaka.
                  Waktu menunjukkan pukul lima. Perjalanan kami sudah tidak terlalu jauh menuju Pasarbubah. Alih-alih mengejar Sunrise, namun sang surya terlalu cepat untuk menampakkan wajahnya. Namun, kami telah berada pada tempat yang cukup tinggi sehingga kami pun masih bisa menikmati terbitnya matahari yang sangat indah. Langit yang hitam, berganti jingga, dan berubah menjadi biru. Luar biasa!
       Setelah sempat memotret keindahan langit, kami pun melanjutkan perjalanan. Akhirnya tiba pula kami di Pasarbubah. Tempat ini adalah tempat yang dijadikan camp untuk melanjutkan pendakian ke puncak. Jangan bicara pohon, rerumputan saja sudah tidak terlihat lagi disini. Dari bawah terlihat puncak merapi yang terlihat gagah. Bukan tempat yang terlihat mudah. Cadas dan pasir menambah suasana menjadi lebih menantang. Dari bawah terlihat jalur-jalur lahar yang membentuk permukaan cadas menuju ke puncak. Maklum, Merapi adalah salah satu gunung berapi yang paling aktif di dunia. Sehingga di atas pun cukup mengerikan. Semakin siang di puncak semakin berbahaya. Sebab gas belerang akan naik saat hari semakin siang. Pukul 7 pagi rasanya sudah sangat terang. Kami pun mendaki dan akhirnya tiba di Puncak. Nama Puncak Merapi adalah Puncak Garuda. Disebut demikian, konon katanya dahulu ada disana ada batu yang mirip dengan burung Garuda. Namun sejak terakhir kali letusan merapi pada tahun 2010 batu itu telah hancur.             
                 

        Akhirnya tiba pula kami di Puncak. Setelah melewati jalan berpasir memuncak yang hanya bersisakan cadas. Luar biasa! Akhirnya aku bisa sampai juga. Kulihat bagaimana kawah merapi yang katanya ganas saat mengeluarkan letusan. Ternyata begitulah kawahnya. Cukup mengerikan apabila salah langkah dan tergelincir masuk ke dalamnya. Dari kejauhan keindahan Merbabu yang terlihat hijau mengingatkanku pada pendakian kawan-kawan dua hari yang lalu. Janji kita adalah mengibarkan bendera Magnivic di dua puncak. Meskipun satu, aku tak mungkin meneriakkan yel-yel angkatan. Apaboleh buat, namun rasanya aku masih dapat mendengar gema suara teriakan itu dari puncak ini. Setelah cukup beristirahat, kami pun turun. Suasana di puncak saat hari makin siang makin membahayakan. Asap-asap dari kawah sudah mulai naik. Ini peringatan untuk turun. Kami sempat beristirahat kembali di Pasarbubah. Om Ginda turut  menemui rombongan Majestic-55 yang baru sampai saat kami turun.
         Selanjutnya, kami pun turun gunung. Rasanya lebih ringan meskipun tak seringan yang dibayangkan. Turun gunung dengan berlari-lari kecil. Melintasi bebatuan dan beberapa kali terjatuh. Rasanya olahraga seperti ini jarang bisa dilakukan. Sepatu yang kubawa nampaknya sudah usang. Memang bukan medannya. Pasir dan bebatuan tidaklah menjadi lawan yang sepadan bagi sepatu olahraga yang kugunakan. Akhirnya, sampailah kami di Selo. Rasanya sangat puas. Akhirnya kesampaian juga pada liburan ini untuk naik gunung. Naik-turun dengan selamat. Alhamdulillah. Agenda selanjutnya adalah makan. Rasanya perut keroncongan sebab pada malam hari perut kami hanya diisi dengan Nasi Angkringan dan roti perbekalan yang sudah membeku. Meskipun hanya mengisi dengan Mie Instan, setidaknya cukup menenangkan. Kami pun kembali ke Jogja dengan sepeda motor yang kami tunggangi. Cukup melelahkan semalaman tidak tidur dan harus membawa motor perjalanan Magelang-Jogja. 
                4th Day
      Hari ini adalah hari Jumat. Aku bangun cukup siang. Lantas segera bergegas menuju masjid untuk melaksanakan shalat Jum’at. Aku coba pergi ke masjid dengan berjalan kaki. Sementara aku belum tau dengan pasti lokasi masjid terdekat. Lantas aku mulai bertanya kepada orang-orang yang kutemui. Satu hal yang menarik, saat kutanyakan dimana masjid terdekat kepada seorang lelaki yang sudah cukup tua.
Aku          : “Pak, mohon maaf numpang Tanya, dimana masjid terdekat dari sini?”
Pak Tua  : ”Oh, saya ndak tau dek. Saya Islamnya Islam Jawa. Disini masjidnya kebanyakan Muhammadiyah.”
       Aku pun bergeming. Dalam hati pun berkata. Perasaan gw nanyanya masjid terdekat. Siapa yang nanya lu islam jawa…
                         
     Aku pun berlanjut mencari orang lain. Alhamdulillah, akhirnya kutemui orang yang mengerti. Malah, aku diajak untuk naik motornya sampai masjid. Namun sepanjang jalan aku masih terus berpikir. Sebenarnya Islam Jawa bukan hal yang baru kuketahui. Islam Jawa (Kejawen) merupakan sebuah sinkretisme antara ajaran islam yang bercampur dengan tradisi Jawa-hindu. Ini adalah salah satu keberagaman keislaman yang ada di Indonesia. Benar atau tidak, aku tidak berani untuk berfatwa. Yang jelas islam yang kuanut tidak seperti itu.
      Usai menunaikan shalat Jum’at aku makan siang. Nasi Padang. Ini adalah menu paling standar dan yang paling sering kumakan ketika bepergian kemanapun. Entah standar lidah dengan kedekatan kultur sebagai orang sumatera, atau karena kutahu porsi nasi padang-lah yang memang paling cocok untuk perutku. Porkul(Porsi Kuli). Bicara kuliner di Jogja khususnya jajanan pinggir jalan sangatlah menarik. Harganya terbilang sangatlah murah. Pas buat kantong mahasiswa. Entah apa sebabnya. Tapi mungkin karena memang UMR di Jogjakarta terbilang rendah. Sehingga gaji pegawai disana pun tidaklah tinggi. Sehingga harga-harga disana sangatlah murah. Makan kenyang, harga bersahabat.
     Usai kembali dari aktivitas makan siang, aku bersiap-siap untuk pergi. Kali ini tempat tujuan kami Candi Borobudur. Om Ginda tidak ikut. Selain karena keterbatasan kendaraan, ternyata ia juga ingin mencuci baju. Akhirnya aku dan Bang Acoy yang pergi. Perjalanan kami mulai. Lagi, untuk kedua kalinya perjalanan Jogjakarta-Magelang. Candi Borobudur tepatnya berada di daerah Muntilan. Perjalanan memakan waktu kurang lebih satu setengah jam. Ada cerita di perjalanan.
      Rupanya motor yang kami tunggangi kehabisan bahan bakar. Haha!Dasar Mahasiswa! Motor ga pernah diurus. Speedometer dan penunjuk takaran bahan bakar pun tidak berfungsi. Akhirnya kami mendorong motor sampai bertemu dengan SPBU terdekat. Haha, ini dia serunya. Meskipun dengan sedikit hambatan akhirnya tiba pula kami di kawasan candi Borobudur. Kami parkir di luar. Di dalam banyak sekali toko-toko dan pedagang. Untuk tiket masuknya, kami merogoh kocek sekitar 30 ribu. Lumayan. Akhirnya dapat kulihat pula candi ini. Memang hebat. Ukiran-ukiran dan susunan batu yang luar biasa meskipun tanpa semen. Pantas saja bisa dikategorikan sebagai salah satu Seven World Wonder.
                         

       Hari menjelang petang. Waktunya kami pulang. Ternyata di perjalanan pulang ada cerita yang lebih seru lagi. Ternyata ban motor bocor. Hah, hari sudah gelap. Sekeliling pun sawah dan kebun. Tak ada lampu jalan. Nampaknya sangat sulit sekali menemukan tukang tambal ban. Setelah berjalan cukup jauh akhirnya kami temukan. Sambil menunggu pengerjaan ban untuk ditambal, di sebrang jalan ada warung angkringan. Lantas mampirlah kami untuk sekedar melepas lelah dan membasahi tenggorokan. Perjalanan pun kami lanjutkan.
     Malam ini malam terkahir di Jogja. Setelah bebersih di kos-kosan, aku dan bang acoy kembali keluyuran. Tempat yang kami tuju mala mini adalah Malioboro. Hoho, ke Jogja rasanya belum lengkap kalau tidak kesana. Sekedar mencari hingar-bingar di suasana malam dan sedikit lirik-lirik barang apik nan murah. Haha, kayak ibu-ibu aja shopping. Tapi ngga papa lah, kapanlagi shopping di Jogja. Setelah lebih dari dua jam berkutat di keramaian Malioboro, kami pun kembali ke kos-kosan. Akan tetapi di perjalanan pulang, kami mampir dulu ke sentra industri bakpia pathok, tepatnya Bakpia Pathok 25. Kami langsung ke pabriknya. Ini kali keduaku membeli Bakpia langsung di pabrik. Meskipun sedikit lupa, tapi akhirnya sampai juga. Aku senang membeli bakpia langsung dari pabrik ini sebab selain rasanya yang memang enak, disana ada tester dan potongan harga bagi yang datang kesana tanpa menggunakan becak. Sebab, harga asli dihitung dengan ongkos membayar becak dari sana. Jadi, apabila kita tidak menggunakan becak, ongkos tukang becak yang tadinya dibayar oleh pihak pabrik menjadi potongan harga bagi kita.

       Petualangan di Malioboro dan Kota Jogja pun usai. Kami pun kembali ke kos-kosan. Besok aku harus berangkat pagi sekitar setengah delapan. Malam ini pun sudah semakin larut. Aku khawatir besok tak bisa bangun pagi. Maka kuputuskan untuk tidur. Lantas, kemanakah aku? Aku rasa warnet adalah tempat yang paling nyaman sebagai pelarian. Jam 12 malam usai santap malam dengan Indomie di Warkop terdekat aku langsung menuju Warnet terdekat. Awalnya ingin langsung ambil paket 4 jam, namun adanya hanya 2 jam. Yasudah, pada initinya main 4 jam. Mala mini pun kuhabiskan di depan layar. Sekitar Shubuh aku kembali ke kos-kosan. Mandi, Sholat, dan Packing. Rasanya masih ingin berlama-lama di kota ini. Namun liburanku di Jogja harus kuakhiri. Setelah sarapan, aku diantar Om Ginda menuju stasiun Tugu. Dan perjalanan kembali ke Depok dimulai.

-SEKIAN-

SPECIAL THANK’S TO :
BAGINDA HALOMOAN LUBIS
DWI FITROTUL UMMAH (ANGKATAN 19)
FADHILLAH HUSNUL KHOTIMAH(GRADIATOR)
MUHAMMAD ABID MUBAROK(GRADIATOR)
BANG ACOY
KHOIRUNNISA ZUKHRUFIDDIN(FORANZA)
MOCKING-JAY



NOTES :
INI CERITA LIBURANKU, MANA CERITAMU?
MARI MENULIS!


-BUKAMATA ON VACATION-


                 















Tidak ada komentar

Posting Komentar

© 2025 BUKAMATA
Maira Gall