Baru saja
kutuntaskan kenangan-kenangan pada tahun keduaku di Insan Cendekia. Hampir saja
kututup buku ini, namun rasanya belum sempurna sebelum ada lembaran istimewa
yang mengakhirinya. Kudengar teman-teman ada yang ingin liburan kesana-kemari.
Namun yang paling menarik perhatianku adalah naik gunung. Entah mengapa
aktivitas ini bagiku cukup menantang. Entah apakah memang aku yang sudah terkontaminasi
kuat oleh Soe Hok Gie, apalah itu.Yang jelas naik gunung menjadi target
utamaku. Awalnya aku ingin bergabung bersama teman-teman yang hendak mendaki
Gunung Merbabu. Namun pada kenyataannya waktu belum mengizinkan.
Ya,
namun tak patah arang dan hilang akal. Aku masih bisa menikmati liburan sesuai
dengan yang kuinginkan. Naik gunung adalah wisata yang memuaskan bagi mereka
yang menginginkan. Kupikir-pikir baik juga, sebab aku tak harus merogoh kocek
dalam untuk aktivitas tersebut. Namun, ternyata rejeki berkata beda. Aku
diizinkan untuk berlibur ke Jogja selama 5 hari dari tanggal 24 sampai tanggal
29 Juli.Wow!It’s Great! Kapan lagi liburan seperti ini. Kalau dipikir-pikir,
mungkin ini liburan paling nyaman terakhir sebelum di akhir kelas tiga
nanti.Kenapa libur paling nyaman?Sebab pada liburan ini tidak ada tugas seperti
pada liburan biasanya. Maklum lah, IC bukan sekolah yang murah libur.
Menjelang
hari keberangkatan. Tiket sudah dipesan. Pulang-Pergi. Walaupun belum berbentuk
tiket siap pakai, namun untuk urusan ini telah usai. Packing urusan belakang.
Namun ada satu yang kurang.Kamera. Ini adalah elemen penting. Mengingat dalam
perjalanan aku tidak hanya ingin bersenang-senang. Namun, aku ingin menjadikan
perjalanan dan liburanku menjadi sebuah bahan yang cukup untuk dijadikan sebuah
karya. H-1 kamera belum di tangan. Namun tak kehabisan akal. Kubuka Facebook
dan mulai mencari-cari. Hingga akhirnya sampai pada satu nama. Dwi Fitrotul
Ummah. Ia adalah adik kelasku di Al Nahdlah. Dan saat ini ia sedang mengikuti
kegiatan PTS sebagai siswa kelas X MAN Insan Cendekia Serpong. Setelah kudapati,
semuanya telah siap. Tinggal waktunya keberangkatan.
·
1st
Day-Keberangkatan-Tiba-Parangtritis
Jadwal
keberangkatan kereta yang tertera adalah pukul 06.10 WIB. Cukup pagi. Sementara
pukul 12 malam aku masih belum menyelesaikan packing. Terhitung tanggung karena
rencana berangkat jam 3, aku memilih untuk tidak tidur. Pikirku, perjalanan
kereta selama delapan cukup untuk kembali mengisi tenaga. Waktu keberangkatan
meleset 15 menit dari yang dijadwalkan. Baru pada tepat pukul 03.15 kami
berangkat. Perjalanan dimulai. Kali ini ayah yang mengendarai motor.
Jalan-jalan masih sepi. Pagi buta yang cukup dingin. Karena stigma ngaret 15
menit, kecepatan pun meninggi. Ternyata, Depok-Senen ditempuh dalam waktu hanya
setengah jam. Lumayan express.
Setibanya
disana aku mengantre tiket. Setelah shalat Subuh aku bergegas masuk rangkaian
gerbong Kereta Gajahwong. Sebuah kereta Ekonomi AC jurusan Jogjakarta. Aku
lebih memilih kereta Ekonomi AC karena aku merasa lebih nyaman dari bisnis. Aku
duduk di gerbong 1 bangku 6D. Selama perjalanan dalam dua kursi yang berhadapan
aku ditemani oleh seorang wanita paruh baya bersama anaknya dan seorang
mahasiswi yang sedang kuliah ekonomi di Jakarta. Di awal perjalanan kami sempat
mengobrol untuk mencairkan suasana. Dan perjalanan pun dimulai…
Sepanjang
perjalanan mungkin tak banyak yang bisa kuceritakan. Karena kurasa perjalanan
menggunakan kereta sama saja. Lagipula, sangat banyak sekali yang sudah
bolak-balik perjalanan dengan kereta lintas jawa dan jauh lebih tinggi
frekuensinya dari perjalananku. Yang jelas di kereta aku tidur 4 jam, sisanya
melihat jalan dan sedikit membaca buku. Hingga akhirnya aku pun tiba di stasiun
Tugu. Disana aku dijemput oleh pamanku. Ia adalah seorang mahasiswa Fakultas
Hukum UGM yang saat ini sedang mengambil skripsi. Agaknya mungkin akan
merepotkan, namun justru karena sedang skripsi jadi waktunya lebih bebas.
Selama di Jogja aku akan tinggal di kos-kosannya. Lumayan lah, semakin
memperkuat prinsip backpacker. Karena rasanya tak mungkin aku menyewa loss men
ataupun hotel.
Ini
kali kedua aku pergi ke Jogja. Kali kedua pula melintasi jalan-jalan Jogja yang
kurasa semakin tak asing. Suasananya memang berbeda. Perjalanan dari stasiun
Tugu menuju kos-kosan ditempuh dalam waktu kurang lebih 15 menit. Cukup dekat.
Tepatnya aku akan tinggal di daerah Pogung Rejo. Sudah kedua kalinya pula aku
kesini. Di kos-kosan suasana kemahasiswaan begitu kental terasa. Kesibukan,
kesederhanaan, tugas-tugas, cukup mendorong imajinasiku yang berpikir akan
merasakan suasanana seperti ini dalam setahun kedepan(Amiin…). Saat ini, di
kosan ternyata aku bukan penumpang tunggal. Ternyata ada teman lama pamanku
yang sama-sama berasal dari Depok dan sedang berlibur. Jadi, dalam kamar kos
untuk 4 hari kedepan akan diisi tiga orang. Asik juga…
Menutup sore ini, tak
afdol rasanya tanpa ada kegiatan apa-apa. Akhirnya kami memutuskan untuk pergi
menuju suatu tempat. Karena aku pun masih cukup lelah, kami pergi ke tempat
yang tak terlalu jauh. Kami pergi menuju arah selatan, Parangtritis. Awalnya kupikir
akan pergi ke pantai, namun ternyata aku dibawa ke sebuah tebing-tebing. Ini
adalah tempat yang biasa di pakai oleh pamanku dan MAPALA-nya untuk Rock
Climbing.Emm…pantas saja di pintu masuk pantai tadi kita tidak bayar, ternyata
ia sudah sering kesini. Tinggal bilang “Mau manjat pak!”, dan kami pun lolos
tanpa membayar sepeser-pun. Di atas sana, kami menyaksikan sunset yang sangat
indah. Awan-awan yang turut melukis langit dibalik warna jingga yang makin lama
makin menghitam. Suara deburan ombak menambah suasana indahnya petang. Fantastic!
Kami
pun kembali menuju kos-kosan. Dan pada malam itu aku tidur cukup cepat sebab
rasanya badan ini masih lelah dengan perjalanan kereta dan perjalanan motor
yang cukup jauh. 1st day has been cleared!
· 2nd
Day-UGM-Merapi
Ini hari keduaku liburan di
Jogja. Agenda hari ini adalah bertandang ke UGM. Jarak UGM dengan kos-kosan
memang tidak terlalu jauh. Namun aku kesana dengan menggunakan sepeda motor. Dilalah
pada hari ini ternyata Om Ginda (pamanku) juga pergi ke kampus untuk
mengembalikan buku. Aku pun turut ikut ke kampus, setelah disana, aku pergi
berkeliling sendiri. Sejak di kos-kosan aku menghubungi beberapa alumni yang
ada disana. Dan yang dapat dengan mudah kutemui adalah Ka Abid Mubarok. Ya, mungkin
Magnivic sudah tidak asing lagi dengan nama yang satu ini. Alumni yang terkenal
ramah dan bersahabat dari angkatan Gycentium Credas Disorator ini sedang
menjalankan studi di fakultas Teknologi Pertanian UGM. Saat kutemui, ternyata
ia masih saja sama seperti dulu, ramah dan asik selain ternkenal pula dengan
kepiawaiannya mengolah si kulit bundar.
Awalnya aku dibawa Ka Abid
berkeliling FTP. Kebetulan aku belum makan siang dan kami pun makan di kantin.
Cukup tenang, karena makanan di Jogja harga bersahabat. Setelah usai makan, aku
diajak ka Abid bertemu dengan Alumni IC yang tadi sedang memimpin rapat. Ya,
namanya adalah Ka Iim. Seorang mahasiswi alumni IC yang saat ini sedang
menjabat sebagai Ketua BEM Fakultas Teknologi Pertanian. Keren bro!Cewek jadi
ketua BEM! Setelah berkenalan dengan Ka Iim, aku diajak Ka Abid main ke
kontrakan Gycen. Kami berjalan dari kampus menuju kontrakan yang juga tak jauh
dari kampus.
Sesampainya
disana, kami cukup bingung dengan banyaknya motor-motor di depan rumah
kontrakan. Ternyata motor-motor itu adalah tunggangan para mahasiswa Fakultas
Teknik jurusan Teknik Mesin kawan-kawan Ka Nabil. Aku sempat sedikit kaget,
ternyata mereka sedang teaching dan diajar oleh ka Nabil. Dasar Alumni IC!
Emang dasarnya jago-jago. Lalu di dalam aku juga bertemu dengan Ka Kurni dan Ka
Azhar. Ka Kurni yang mengambil jurusan Teknik Kimia sedang serius belajar
karena saat itu mereka masih UAS. Sementara Ka Azhar sedang konsentrasi bermain
game.Haha…Ironis. Setelah menunaikan shalat ashar di mushola samping rumah, aku
turut berpamit.
Ka Abid kembali ke Kampus karena ada rapat
BEM, sementara aku menunggu dijemput di kampus. Sambil menunggu, setali tiga
uang aku turut menyempatkan berkeliling tiga fakultas yang berdekatan. ISIPOL,
Hukum, dan Ekonomi. Melihat-lihat bagaimana aktivitas dan fasilitas.Cukup
menyenangkan. Aku juga turut menyempatkan melihat-lihat markas MAPALA FH UGM
yaitu Majestic-55. Organisasi Pencinta Alam ini turut pernah dipimpin oleh Om
Ginda pada tahun lalu. Ada pula Wall Climbing yang diatasnya bergambar logo
Majestic-55. Kondisi Wall Climbing yang cukup terurus ini membuatku iri karena
di IC kondisi Wall Climbing-nya sangat memprihatinkan. Jemputan pun datang, dan
pada akhirnya aku pulang menuju kos-kosan.
Malam ini kami akan
berangkat ke gunung. Tepatnya Merapi. Aku menunggu di kosan. Sementara Om Ginda
dan Bang Acoy membeli beberapa kebutuhan kami untuk pendakian. Makanan ringan
seperti roti, air mineral, dan minuman bersoda. Bekal seadanya untuk naik gunung.
Ternyata kemungkinan besar kami tidak mendapat tenda. No Trouble, pendakian
dapat tetap terlaksana. Namun, yang menjadi trouble adalah bagaimana kita pergi
ke lokasi. Motor hanya satu, tapi kita bertiga. Di kos-kosan motor semua
terpakai dan tidak ada yang bisa dipinjam. Kabar dari Majestic-55 yang malam
ini akan naik gunung dan ingin pergi bersama masih simpang siur. Awalnya mereka
bertiga, sehingga dapat diasumsikan ada satu motor dengan satu tempat kosong.
Namun kabar berlanjut menjadi berempat sehingga nasib kami yang saat ini
terkatung. Akhirnya diputuskan kami pergi sendiri-sendiri. Om ginda mencari
sewaan motor. Akhirnya kami pun berangkat menuju Merapi lintas Magelang.
· 3rd Day
Kami berangkat dari Jogja
pukul sebelas malam. Sampai di basecamp menuju pendakian di Selo sekitar pukul
satu malam. Motor diparkir di tempat penitipan motor. Tanpa mendaftar dan
membayar kami langsung menjuju ke atas. Intinya, kami adalah pendaki illegal.
Aku tak mengerti, cukup ikut saja. Mungkin Om Ginda sudah merasa cukup
berpengalaman sehingga tak perlu mendaftar dan membayar. Kami beristirahat
sebentar sebelum melakukan pendakian. Awalnya kami ingin sedikit bersantai
dengan meminum kopi sekedar melepas lelah. Namun ternyata tak ada satupun
warung yang buka. Akhirnya kami terpaksa membuka ransum yang kami bawa dari
Jogja. Setelah usai dan briefing sejenak pendakian pun kami mulai.
Kami bertiga memulai. Untuk
pendakian ini aku ditunjuk sebagai sweeper(orang terakhir). Aku juga membawa
Carrier. Om Ginda memimpin di depan. Ia juga membawa Carrier. Yang membedakan
adalah aku dan Bang Acoy bergantian dalam membawa Carrier, namun ia tetap
membawa sendiri. Masalah pengalaman pun berbicara. Fisik kami memang berbeda.
Bang Acoy lebih cepat lelah, mungkin karena memang belum biasa, mungkin juga
karena konsumsi rokoknya yang cukup tinggi. Sementara aku yang tidak merokok
lebih bisa tahan. Dan yang lebih gila lagi memang Om Ginda. Dia merokok. Tapi
sekali lagi, pengalaman berbicara. Basis sebagai ketua MAPALA dan pengalamannya
yang sudah sangat sering naik gunung membuktikan ketahanan tubuh yang jauh
lebih tinggi.
Awalnya aku memakai jaket.
Namun di perjalanan ternyata menjadi terasa panas karena perjalanan yang
mendaki dan membawa barang. Akhirnya Jaket kubuka dan aku hanya mengenakan
kaos. Namun dinginnya kepala dan tangan memaksaku untuk tetap memakai topi dan
sarung tangan. Ternayata begini sensasinya naik gunung. Menyenangkan. Sekitar
pukul tiga kami hampir berada di tengah-tengah dengan ketinggian lebih dari
seribu meter. Namun angin bertiup kencang. Sementara kami tidak membawa tenda.
Pencahayaan saja hanya dengan lampu senter. Kami akhirnya memutuskan untuk
berhenti sejenak dan berlindung di sebuah cerukan sebab angin yang kencang
tidak memungkinkan untuk naik. Kondisi diatas lebih sedikit lagi pepohonan.
Apalagi di Pasarbubah yang hanya terdapat pasir dan cadas. Dalam perhentian,
kami banyak berdiskusi. Jogja, gunung, Iwan Fals, Kantata Takwa, Swami, dan lain-lain rasanya tidak basi untuk
dibicarakan. Cukup nyambung karena kami sama-sama simpatisan musisi-musisi legendaris
itu. Tidak banyak yang ilmiah dan tidak juga bualan belaka.
Waktu menunjukkan pukul lima.
Perjalanan kami sudah tidak terlalu jauh menuju Pasarbubah. Alih-alih mengejar
Sunrise, namun sang surya terlalu cepat untuk menampakkan wajahnya. Namun, kami
telah berada pada tempat yang cukup tinggi sehingga kami pun masih bisa
menikmati terbitnya matahari yang sangat indah. Langit yang hitam, berganti
jingga, dan berubah menjadi biru. Luar biasa!
Setelah sempat memotret
keindahan langit, kami pun melanjutkan perjalanan. Akhirnya tiba pula kami di
Pasarbubah. Tempat ini adalah tempat yang dijadikan camp untuk melanjutkan
pendakian ke puncak. Jangan bicara pohon, rerumputan saja sudah tidak terlihat
lagi disini. Dari bawah terlihat puncak merapi yang terlihat gagah. Bukan
tempat yang terlihat mudah. Cadas dan pasir menambah suasana menjadi lebih
menantang. Dari bawah terlihat jalur-jalur lahar yang membentuk
permukaan cadas menuju ke puncak. Maklum, Merapi adalah salah satu gunung
berapi yang paling aktif di dunia. Sehingga di atas pun cukup mengerikan.
Semakin siang di puncak semakin berbahaya. Sebab gas belerang akan naik saat
hari semakin siang. Pukul 7 pagi rasanya sudah sangat terang. Kami pun mendaki dan
akhirnya tiba di Puncak. Nama Puncak Merapi adalah Puncak Garuda. Disebut
demikian, konon katanya dahulu ada disana ada batu yang mirip dengan burung
Garuda. Namun sejak terakhir kali letusan merapi pada tahun 2010 batu itu telah
hancur.
Akhirnya tiba pula
kami di Puncak. Setelah melewati jalan berpasir memuncak yang hanya bersisakan
cadas. Luar biasa! Akhirnya aku bisa sampai juga. Kulihat bagaimana kawah
merapi yang katanya ganas saat mengeluarkan letusan. Ternyata begitulah
kawahnya. Cukup mengerikan apabila salah langkah dan tergelincir masuk ke
dalamnya. Dari kejauhan keindahan Merbabu yang terlihat hijau mengingatkanku
pada pendakian kawan-kawan dua hari yang lalu. Janji kita adalah mengibarkan
bendera Magnivic di dua puncak. Meskipun satu, aku tak mungkin meneriakkan
yel-yel angkatan. Apaboleh buat, namun rasanya aku masih dapat mendengar gema
suara teriakan itu dari puncak ini. Setelah cukup beristirahat, kami pun turun.
Suasana di puncak saat hari makin siang makin membahayakan. Asap-asap dari
kawah sudah mulai naik. Ini peringatan untuk turun. Kami sempat beristirahat
kembali di Pasarbubah. Om Ginda turut
menemui rombongan Majestic-55 yang baru sampai saat kami turun.
Selanjutnya, kami pun turun
gunung. Rasanya lebih ringan meskipun tak seringan yang dibayangkan. Turun
gunung dengan berlari-lari kecil. Melintasi bebatuan dan beberapa kali
terjatuh. Rasanya olahraga seperti ini jarang bisa dilakukan. Sepatu yang
kubawa nampaknya sudah usang. Memang bukan medannya. Pasir dan bebatuan
tidaklah menjadi lawan yang sepadan bagi sepatu olahraga yang kugunakan.
Akhirnya, sampailah kami di Selo. Rasanya sangat puas. Akhirnya kesampaian juga
pada liburan ini untuk naik gunung. Naik-turun dengan selamat. Alhamdulillah.
Agenda selanjutnya adalah makan. Rasanya perut keroncongan sebab pada malam
hari perut kami hanya diisi dengan Nasi Angkringan dan roti perbekalan yang
sudah membeku. Meskipun hanya mengisi dengan Mie Instan, setidaknya cukup
menenangkan. Kami pun kembali ke Jogja dengan sepeda motor yang kami tunggangi.
Cukup melelahkan semalaman tidak tidur dan harus membawa motor perjalanan
Magelang-Jogja.
4th Day
4th Day
Hari ini adalah hari Jumat.
Aku bangun cukup siang. Lantas segera bergegas menuju masjid untuk melaksanakan
shalat Jum’at. Aku coba pergi ke masjid dengan berjalan kaki. Sementara aku
belum tau dengan pasti lokasi masjid terdekat. Lantas aku mulai bertanya kepada
orang-orang yang kutemui. Satu hal yang menarik, saat kutanyakan dimana masjid
terdekat kepada seorang lelaki yang sudah cukup tua.
Aku : “Pak, mohon maaf numpang Tanya,
dimana masjid terdekat dari sini?”
Pak Tua :
”Oh, saya ndak tau dek. Saya Islamnya Islam Jawa. Disini masjidnya kebanyakan
Muhammadiyah.”
Aku
pun bergeming. Dalam hati pun berkata. Perasaan gw nanyanya masjid terdekat.
Siapa yang nanya lu islam jawa…
Aku pun berlanjut
mencari orang lain. Alhamdulillah, akhirnya kutemui orang yang mengerti. Malah,
aku diajak untuk naik motornya sampai masjid. Namun sepanjang jalan aku masih
terus berpikir. Sebenarnya Islam Jawa bukan hal yang baru kuketahui. Islam Jawa
(Kejawen) merupakan sebuah sinkretisme antara ajaran islam yang bercampur
dengan tradisi Jawa-hindu. Ini adalah salah satu keberagaman keislaman yang ada
di Indonesia. Benar atau tidak, aku tidak berani untuk berfatwa. Yang jelas
islam yang kuanut tidak seperti itu.
Usai menunaikan shalat
Jum’at aku makan siang. Nasi Padang. Ini adalah menu paling standar dan yang
paling sering kumakan ketika bepergian kemanapun. Entah standar lidah dengan
kedekatan kultur sebagai orang sumatera, atau karena kutahu porsi nasi
padang-lah yang memang paling cocok untuk perutku. Porkul(Porsi Kuli). Bicara
kuliner di Jogja khususnya jajanan pinggir jalan sangatlah menarik. Harganya
terbilang sangatlah murah. Pas buat kantong mahasiswa. Entah apa sebabnya. Tapi
mungkin karena memang UMR di Jogjakarta terbilang rendah. Sehingga gaji pegawai
disana pun tidaklah tinggi. Sehingga harga-harga disana sangatlah murah. Makan
kenyang, harga bersahabat.
Usai kembali dari
aktivitas makan siang, aku bersiap-siap untuk pergi. Kali ini tempat tujuan
kami Candi Borobudur. Om Ginda tidak ikut. Selain karena keterbatasan
kendaraan, ternyata ia juga ingin mencuci baju. Akhirnya aku dan Bang Acoy yang
pergi. Perjalanan kami mulai. Lagi, untuk kedua kalinya perjalanan
Jogjakarta-Magelang. Candi Borobudur tepatnya berada di daerah Muntilan.
Perjalanan memakan waktu kurang lebih satu setengah jam. Ada cerita di
perjalanan.
Rupanya motor yang
kami tunggangi kehabisan bahan bakar. Haha!Dasar Mahasiswa! Motor ga pernah
diurus. Speedometer dan penunjuk takaran bahan bakar pun tidak berfungsi.
Akhirnya kami mendorong motor sampai bertemu dengan SPBU terdekat. Haha, ini
dia serunya. Meskipun dengan sedikit hambatan akhirnya tiba pula kami di
kawasan candi Borobudur. Kami parkir di luar. Di dalam banyak sekali toko-toko dan pedagang. Untuk tiket
masuknya, kami merogoh kocek sekitar 30 ribu. Lumayan. Akhirnya dapat kulihat
pula candi ini. Memang hebat. Ukiran-ukiran dan susunan batu yang luar biasa
meskipun tanpa semen. Pantas saja bisa dikategorikan sebagai salah satu Seven
World Wonder.
Hari menjelang petang.
Waktunya kami pulang. Ternyata di perjalanan pulang ada cerita yang lebih seru
lagi. Ternyata ban motor bocor. Hah, hari sudah gelap. Sekeliling pun sawah dan
kebun. Tak ada lampu jalan. Nampaknya sangat sulit sekali menemukan tukang
tambal ban. Setelah berjalan cukup jauh akhirnya kami temukan. Sambil menunggu
pengerjaan ban untuk ditambal, di sebrang jalan ada warung angkringan. Lantas
mampirlah kami untuk sekedar melepas lelah dan membasahi tenggorokan.
Perjalanan pun kami lanjutkan.
Malam ini malam
terkahir di Jogja. Setelah bebersih di kos-kosan, aku dan bang acoy kembali
keluyuran. Tempat yang kami tuju mala mini adalah Malioboro. Hoho, ke Jogja
rasanya belum lengkap kalau tidak kesana. Sekedar mencari hingar-bingar di
suasana malam dan sedikit lirik-lirik barang apik nan murah. Haha, kayak
ibu-ibu aja shopping. Tapi ngga papa lah, kapanlagi shopping di Jogja. Setelah
lebih dari dua jam berkutat di keramaian Malioboro, kami pun kembali ke
kos-kosan. Akan tetapi di perjalanan pulang, kami mampir dulu ke sentra
industri bakpia pathok, tepatnya Bakpia Pathok 25. Kami langsung ke pabriknya.
Ini kali keduaku membeli Bakpia langsung di pabrik. Meskipun sedikit lupa, tapi
akhirnya sampai juga. Aku senang membeli bakpia langsung dari pabrik ini sebab
selain rasanya yang memang enak, disana ada tester dan potongan harga bagi yang
datang kesana tanpa menggunakan becak. Sebab, harga asli dihitung dengan ongkos
membayar becak dari sana. Jadi, apabila kita tidak menggunakan becak, ongkos
tukang becak yang tadinya dibayar oleh pihak pabrik menjadi potongan harga bagi
kita.
Petualangan di
Malioboro dan Kota Jogja pun usai. Kami pun kembali ke kos-kosan. Besok aku
harus berangkat pagi sekitar setengah delapan. Malam ini pun sudah semakin
larut. Aku khawatir besok tak bisa bangun pagi. Maka kuputuskan untuk tidur.
Lantas, kemanakah aku? Aku rasa warnet adalah tempat yang paling nyaman sebagai
pelarian. Jam 12 malam usai santap malam dengan Indomie di Warkop terdekat aku
langsung menuju Warnet terdekat. Awalnya ingin langsung ambil paket 4 jam,
namun adanya hanya 2 jam. Yasudah, pada initinya main 4 jam. Mala mini pun
kuhabiskan di depan layar. Sekitar Shubuh aku kembali ke kos-kosan. Mandi,
Sholat, dan Packing. Rasanya masih ingin berlama-lama di kota ini. Namun
liburanku di Jogja harus kuakhiri. Setelah sarapan, aku diantar Om Ginda menuju
stasiun Tugu. Dan perjalanan kembali ke Depok dimulai.
-SEKIAN-
SPECIAL
THANK’S TO :
BAGINDA
HALOMOAN LUBIS
DWI
FITROTUL UMMAH (ANGKATAN 19)
FADHILLAH
HUSNUL KHOTIMAH(GRADIATOR)
MUHAMMAD
ABID MUBAROK(GRADIATOR)
BANG
ACOY
KHOIRUNNISA
ZUKHRUFIDDIN(FORANZA)
MOCKING-JAY
NOTES
:
INI
CERITA LIBURANKU, MANA CERITAMU?
MARI
MENULIS!
-BUKAMATA
ON VACATION-
Tidak ada komentar
Posting Komentar