Rabu, 21 Desember 2011

SEJARAH MASYARAKAT KOTA DEPOK (Ali Zainal Abidin)


Depok hingga yang kita kenal ini ternyata memiliki sejarah yang cukup unik untuk kita ketahui. Masyarakat Depok memiliki cerita yang menarik yang perlu kita kenal dalam sejarahnya. Sejatinya, pernyataan Cornelius Chastelen yang mengklaim bahwa Depok tidak berpenghuni sebelum kedatangannya adalah kesalahan besar. Pada artikel ini, kita akan membahas keadaan / situasi Kota Depok dari masa ke masa.

·    Sejarah Nama Kota Depok
Pernah ada karya tulis yang menyatakan bahwa nama Kota Depok berasal dari Akronim yang berhubungan dengan bahasa Belanda, diantaranya yaitu, De Earste Protestante Organisatie van Kristenen, Deze Emhed Predikt On Kristus, De Earste Proteatanche Onderdan Kristen, Dewan Ekonomi Penduduk Orang-orang Kristen

Akan tetapi, semua nama-nama yang telah disebutkan diatas dapat dibantah dengan beberapa fakta berikut :
1.    Kata Depok, merupakan akronim yang diuraikan, tetapi bukan akronim yang diciptakan. Dan pada tahun 1977, penghuni Perumnas menyebut Kota Depok sebagai Daerah Elit Pemukiman Orang Kota.
2.    Nama Depok bukanlah satu-satunya yang ada di Indonesia
3.    Jika Chastelen yang memberi nama, mengapa nama itu berasal dari bahasa Sunda / Jawa, bukan dari bahasa Belanda
4.    Pemakaian Akronim pada abad ke 16 belum lazim, Akronim baru dikenal pada awal abad ke 18

Mengapa tempat pendidikan pada zaman dahulu disebut Padepokan ? Ini karena kebiasaan Guru yang duduk bersila. Ada indikasi yang pertama kali menamakan tempat belajar saja akan tetapi lama kelamaan seluruh daerah disana disebut Depok. Ada juga yang menyebutkan bahwa nama Depok berasal dari kata “Padepokan” uyut Beji yang terletak di Pondok Cina.

·    Sejarah Bahasa Melayu Depok
Sepintas orang-orang mengira Bahasa Melayu Depok sama dengan Bahasa Melayu Betawi. Pada keduanya terdapat perbedaan-perbedaan dan persamaan. Persamaan-persamaan Bahasa Melayu Betawi dan Depok adalah bersumber dari Bahasa Melayu Kuno dan pembendaharaannya kata yang dipengaruhi oleh Bahasa Jawa dan Sunda.

Sedangkan perbedaan Bahasa Melayu Depok dan Betawi adalah Bahasa Melayu Depok tidak mengenal akhiran “in”. Sedangkan Betawi mengunakan akhiran itu. Pada Bahasa Melayu Depok akhiran “a” tidak berubah, seperti; baba, kuda, ada. Sedangkan pada Bahasa Betawi akhiran “a” berubah menjadi “e”, seperti; Kude, Babe, Ade.

Sejak kapan Bahasa Melayu Depok mulai berkembang ? untuk memastikannya, itu harus diteliti lebih lanjut. Tetapi secara edukatif sudah berkembang sejak jaman Pajajaran. Tepatnya dalam dunia perdagangan hanya saja saat itu belum menjadi bahasa sehari-hari .

Pada suasana perang, bahasa bisa berfungsi sebagai alat bantu mengatisipasi penyusupan musuh, untuk mengatasi kecurigaan mau tidak mau harus meninggalkan bahasa itu. Beberapa tempat di Jakarta dan Depok menggunakan awalan “ci” seperti; Cililitan, Cipete, Cimanggis, Cisalak, dll. Pantas diduga bahwa daerah ini sebelumnya berbahasa Sunda. Peperanganlah yang merubah bahasa tersebut

·    Depok dari Zaman ke Zaman
a.    Depok pada zaman bercocok tanam
Fakta menyatakan berdasarkan hasil penelitian di lapangan dan hasil penemuan para ahli sejarah masyarakat, banyak sekali benda-benda yang ditemukan yang diduga berasal dari zaman prasejarah, diantaranya adalah :
1.    Menhir, yang bertempat di Desa Kedaung Waringin Kecamatan Bojong Gede, benda ini peninggalan zaman Megalit yang gunanya sebagai tempat pemujaan Roh Nenek Moyang
2.    Punden Berudak, terdapat di Utara Pasar Bojong Gede. Oleh penduduk sekitar ini dinamakan “Sumur Bandung”. Benda ini peninggalan zaman Megalit yang berfungsi sama dengan Menhir
3.    Paji Batu, peninggalan zaman Neolit yang ditemukan ahli sejarah Belanda DR.N.J. Krom pada tahun 1914 di Depok

Penduduk pada zaman bercocok tanam belum mengenal agama, akan tetapi mereka mempercayai arwah roh nenek moyang mereka masih tetap hidup. Menurut mereka, roh nenek moyang mereka berkedudukan di atas, karena itu, Menhir ditempatkan di perbukitan yang lebih tinggi dari pemukiman mereka

Dengan ditemukannya bukti-bukti peninggalan-peninggalan dari zaman prasejarah di Depok dan sekitarnya, tentunya memecahkan pendapat J.W. De Vries bahwa Depok pada abad ke 18 kosong dan tidak berpenghuni

b.    Depok pada Zaman Tarumanegara dan Pajajaran
Pada akhir abad ke 15, Kerajaan Pajajaran diperintah oleh Raja yang bergelar Sri Baduga Maharaja Ratu Haji di Pakuan. Raja ini lebih dikenal dengan Prabu Siliwangi atau pengganti Ratu Wangi. Gelar Prabu Siliwangi merupakan gelar yang diberikan oleh rakyat

Di sepanjang tepian sungai Ciliwung, terdapat beberapa Kerajaan kecil di bawah Kekuasaan Kerajaan Pajajaran. Diantaranya adalah Muara Beres dan Sunda Kelapa. Yang paling dekat dengan Depok adalah Kerajaan Muara Beres. Kerajaan Muara Beres ini sangat penting artinya bagi Pajajaran, karena dari Muara Beres sampai ke Keradenan terbentang Benteng penangkal serangan pasukan Jayakarta yang dibantu oleh Cirebon, Banten dan Demak. Depok hanya berjarak 13 km sebelah utara Muara Beres. Depok dijadikan front utama tentara Jayakarta yang berperang dengan Pajajaran


Beberapa bukti bahwa Depok telah berpenghuni sejak zaman Pajajaran adalah :
1.    Nama-nama Kampung / Desa yang berasal dari Bahasa Sunda
2.    beberapa Desa yang sehari-harinya masih menggunakan Bahasa Sunda
3.    DR. N.J. Krom pernah menemukan Mas Kuno peninggalan Pajajaran
4.    pada tahun 1709 Abraham Van Riebeeck menemukan Benteng Kuno peninggalan Pajajaran di Keradenan
5.    Rumah-rumah di Desa Kawung Pandak masih terdapat banyak senjata kuni yang diwariskan turun menurun

Depok pada zaman Pajajaran terlihat begitu penting. Kendati bukan merupakan Pusat Pemerintahan, tetapi Depok merupakan jalur lintas antara Pakuan dan Sunda Kelapa

Pajajaran memang bukanlah negara maritim, akan tetapi Pajajaran memiliki beberapa pelabuhan penting. Diantaranya, Banten, Cikande, Sunda Kelapa dan Cirebon. Hasil bumi Pajajaran diangkut melalui pelabuhan ini, karena banyaknya Bagsa Melayu, Cina, India dan Arab yang datang, penyebaran Agama Islam semakin pesat. Prabu Siliwangi pun tidak memusuhi Islam, bahkan salah seorang permaisurinya beragama Islam yaitu Subanglarang.

c.    Depok pada zaman Islam
Terdapat sebuah legenda mengenai masuknya Agama Islam di Jawa Barat, yaitu Cerita Kiansantang

Prabu Siliwangi memiliki seorang anak bernama Kiansantang. Seorang pemuda yang gagah perkasa. Kiansantang berangkat ke Mekkah untuk menemui Pahlawan Arab gagah perkasa yaitu Sayyidina Ali, akan tetapi, Kiansantang kalah dan akhirnya masuk Islam. Setelah kembali ke Pajajaran, Kiansantang berniat mengislamkan Prabu Siliwangi dan Pajajaran, akan tetapi Prabu Siliwangi tidak bersedia masuk Islam. Akhirnya Pajajaran berubah menjadi hutan dan Prabu Siliwangi menghilang dan menurut legenda berubah menjadi Harimau.

Akan tetapi, legenda tersebut bertentangan dengan sejarah. Pertama Sayyidina Ali hidup pada zaman abad ke 7. Kedua, berakhirnya Pajajaran pada pemerintahan Prabu Siliwangi. Ketiga, unsur paksaan dalam penyebaran Agama Islam. Keempat, para ahli sejarah belum menemukan siapa aslinya Kiansantang.

Proses penyebaran Agama Islam sejatinya masuk dengan damai, yaitu hadirnya pedangang-pedagang Malaka dan India di wilayah pantai yang turut menyebarkan Agama Islam . Selain itu ada pula seorang tokoh utama penyebar Agama Islam di Jawa Barat yang termasuk Wali Songo yaitu Syeikh Hidayatullah. Syarif Hidayatullah adalah cucu dari  Prabu Siliwangi dari Permaisuri Subanglarang. Pada kekuasaan Siliwangi, Syarif Hidayatullah diberikan wilayah kekuasaan menjadi Raja Mandala di Cirebon, akan tetapi Cirebon memisahkan diri.

Ketika tentara Banten menyerang Pakuan, tentunya melalui jalur Ciliwung dan Depok. Jadi pengaruh Islam telah masuk ke Depok sesudah tahun 1527. Cirebon dan Banten merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Islam, dan begitu pula di Jayakarta ditempatkan perwakilannya. Semejak Pajajaran runtuh, Banten tidak mengadakan pemerintahan sebagaimana mestinya, Bogor hanya tercatat secara administratif. Padahal, Bogor hampir seratus tahun menajadi daerah tak bertuan.

Agama Islam di Depok berkembang bersamaan dengan perlawanan Banten terhadap VOC di Jakarta (Batavia pada waktu itu). Hubungan Banten dan Cirebon semenjak direbutnya Jayakarta harus melalui jalur darat dan tentunya terdapat banyak senjata peninggakan tentara Banten. Salah satunya daerah Keramat Beji.
Di daerah Keramat Beji terdapat tujuh buah sumur yang berdiameter lebih dari satu meter. Menurut Kuncen Keramat Beji, pemilik Keramat Beji adalah seorang ulama Banten bernama Uyut Beji. Pada zaman dahulu, di tempat ini sering diadakan pertemuan antara pasukan Banten dan Cirebon. Selain itu, di tempat ini juga sering diadakan latihan bela diri. Di bawah pohon beringin terdapat sebuah bangunan kecil yang selalu terkunci yang berisikan senjata.

d.    Depok pada zaman Kolonial
Depok dan Bogor secara resmi termasuk kekuasaan VOC sejak 17 April 1684. Tepatnya sejak perjanjian ini dinyatakan bahwa sungai Cisadane sampai ke Hulu menjadi batasnya. Karena ambisi pribadinya, Sultan Haji terpaksa menerima perjanjian ini termasuk mengorbankan orang tuanya Sultan Ageng Tirtayasa dan pahlawan Banten lain. Akan tetapi, sejak tanggal 17 Desember 1799 VOC dibubarkan dan kekuasaan dipindah menjadi milik pemerintah Kolonial Belanda.

Pada waktu pemerintahan dipegang Gubernur Jenderal Deandles banyak tanah di pulau Jawa yang dijual pada pihak swasta. Bagi rakyat mungkin tidak terlalu sengsara jika tuan tanah mengelola tanahnya sendiri. Tetapi, jika sudah masuk campur tangan Belanda, maka rakyat harus membayar pajak. Untuk memenuhi setoran kepada Belanda, pemerintah Belanda pun memberikan hak untuk memberlakukan kerja rodi, jaga malam dan kerja paksa. Mengenai jenis hukuman, itu bervariasi karena tidak mempunyai dasar hukum, itu tergantung pada kebijaksanaan tuan tanah / mandor.

Pada akhir abad ke 17, perdagangan rempah-rempah untuk pasar Eropa menurun. Lalu VOC menguatkan komoditi Kopi dan Gula Tebu. Salah satu investornya adalah Cornelis Chastelein. Maka dari itu, ia datang ke Depok, semenjak Cornelis Chastelein tiba, Kriten Protestan semakin berkembang di Depok. Karena Cornelis Chastelein adalah penganut Protestan kuat. Pada Agustus 1674, Cornelis Chastelein tiba di Batavia dan bekerja sebagai Bookhauder pada VOC. Setelah jabatannya terus meningkat dan dapat menabung modal usaha, akhirnya ia memilik untuk menjadi pengusaha. Kemudian ia membeli 1244 ha tanah di sekitar Depok. Akan tetapi dari mana Cornelis Chastelein membeli tanah ini. Jika ia menyatakan Depok belum berpenghuni, tentunya itu keliru besar karena pasti dia sudah mengetahui tanah yang dibelinya adalah bernama Depok. Besar kemungkinan, tanah ini rampasan VOC dari tentara Falatehan yang menjadikan tempat ini sebagai tempat latihan. Untuk mengerjakan tanahnya, Cornelis Chastelein membeli 200 orang budak dari Makasar dan Bali.

Pada 13 Maret 1714, Cornelis Chastelein membuat petisi yang berisi :
1.    Sebagian tanah Cornelis Chastelein (diluar Depok) diberikan kepada anaknya dan anak angkatnya
2.    Tanah Depok seluas 1244 ha, dihibahkan kepada budak-budaknya yang ingin memeluk Agama Kristen Protestan
3.    Di tanah Depok, tidak boleh ada orang Cina dan Arab
4.    Tanah hanya boleh dijual kepada pihak ketiga atas kepentingan keluarga dan Agama Protestan
5.    Tidak boleh memperdagangkan apapun

Budak-budak yang masuk Agama Kristen Protestan berjumlah 120 orang yang dibagi 12 kepala keluarga. Dan 1244 ha dibagi kepada 12 kk menjadi 103 ha / kk. Setelah Depok resmi dimiliki oleh ahli waris Cornelis Chastelein, maka Depok mulai ditata dengan pemerintahan sipil yang dinamakan Gemeentee bestur. Sikap pemerintah Belanda tidak mendukung tetapi tidak melarang. Gemeentee Bestur Depok berlokasi di rumah sakit Harapan. Untuk pembiayaan Gemeentee Bestur mengambil sisa pajak rakyat depok

Pada bidang pendidikan, Protestan mendapat perhatian yang sangat kuat dari Gemeentee Bestur maupun pemerintah Belanda, banyak sekali Gereja-gereja, ataupun sekolah Injil yang didirikan. Pada tahun 1850, dimasukkanlah Kweek Schoole (SPG) pada sekolah-sekolah negeri. Hal ini berpengaruh pada pergaulan bahasa sehari-hari warga Kristen Protestan Depok yang menggunakan Bahasa Belanda

Setelah masuknya tentara Jepang, Gemeentee Bestur dan para tuan tanah tidak berkutik. Setelah penyerahan kedaulatan tanggal 4 Agustus 1972, orang-orang ahli waris Cornelis Chastelein bersedia membantu pemerintah RI untuk melawan penjajahan Belanda. Dengan membayar Rp 229.261.26 dari Pemerintah RI, tanah  Depok resmi menjadi tanah partikulir pemerintah.
e.    Depok pada Zaman Penjajahan Jepang
Indonesia dijajah Belanda selama 350 tahun, sedangkan Depok sendiri dijajah selama 265 tahun sejak tahun 1684. Sepanjang tahun itu, kebanyakan umat Islam bersikap apatis bahwa bangsa barat tak bisa terkalahkan. Akan tetapi, semua itu berakhir semenjak tanggal 9 Maret 1942. Pasukan Belanda yang terkenal gagah perkasa, lari terbirit-birit dari kejaran tentara Jepang.

Kewajiban-kewajiban membayar pajak dan peraturan Belanda lain sudah tidak berlaku lagi. Mandor-mandor Belanda pun diberhentikan. Jalan-jalan pun sudah tak terasa angker lagi bagi anak-anak. Suara takbir pun bergema di mana-mana. Keadaan ini menimbulkan perubahan besar. Puluhan Pemuda Islam rela masuk Heiho, PETA dan lain-lain. Peraturan-peraturan Belanda  yang kejam dihapus atau diganti.

Dalam bidang pertahanan, jepang mendirikan sebuah benteng kayu. Akan tetapi, karena dinilai kurang strategis akhirnya dibongkar dan Jepang meninggalkan Depok dan hanya menyisakan 4 orang Polisi. Angin Surga yang dihembuskan Jepang hanyalah harapan. Pajak Bumi waktu penjajahan Belanda 20%, menjadi 50%. Kewajiban kerja rodi pada tuan tanah dan Gemeentee bestur diganti menjadi Romusha. Akan tetapi, keuntungannya adalah para pemuda Islam dapat belajar mengenai kemiliteran

f.    Umat Islam Depok dalam kancah perjuangan kemerdekaan
Setelah Jepang menyerah kepada sekutu, para pemuda bekas PETA dan Heiho dipulangkan. Akhirnya, setelah Indonesia merdeka, mereka dipanggil untuk membantu pemerintah Indonesia. Rapat pertama dimulai pertama kali di Citayam. Salah satu yang hadir pada waktu itu adalah Tole Iskandar. Akhirnya dia putuskan menjadi Komandan barisan keamanan ini.

Situasi Depok pun pada saat itu sangat labil, Segala hal yang berbau Belanda dianggap musuh. Sepeninggalan Belanda, penduduk Depok berusaha untuk membalas dendam terhadap belanda atas yang mereka telah lakukan dulu. Untuk menghindari hal tersebut barisan keamanan mengumpulkan umat Kristen Depok di satu tempat karena mereka menggunakan aprindip Nabi Muhammad SAW dalam berperang. Kemudian datanglah tentara Inggris mewakili sekutu untuk melucuti tentara Jepang.

Pada tanggal 15 Oktober 1945, dibentuklah TKR yang sebelumnya bernama BKR di Bogor. Untuk tingkat jawa Barat pasukan 21 yang didirikan di Citayam masuk dalam kompi. Kemudian, pasukan Inggris menurunkan pasukannya ke Depok untuk membebaskan tawanan Kristen. Setelah itu, Kompi Batalyon I beberapa kali melakukan penyerangan. Pada tanggal 6 Juni 1946, Belanda menduduki Depok sampai masa penyerahan kedaulatan.

Dengan berpedoman pada strategi perang Nabi, petinggi-petinggi Divisi Siliwangi menganalogikan perpindahan mereka ke Jawa Tengah untuk memenuhi Perjanjian Renville sebagai Hijrah. Selain itu, Belanda mulai merasakan kerugian moral di forum Internasional karena gangguan dari Batalyon yang berada di Bojong Gede yang menyerang Istana Gubernur di Bogor. Pasalnya petinggi-petinggi negara tetangga sering datang kesana.

Setelah KMB di Den Haag terpenuhi, para pejuang Depok menghirup udara bebas. Beban derita selama ini akhirnya berbuah manis. Adzan dan Khutbah berkumandang dimana-mana dengan bebas. Depok akhirnya dapat menjadi kota yang damai.

g.    Depok setelah penyerahan kedaulatan
Setelah Indonesia resmi menjadi negara yang berdaulat, Depok masih dalam keadaan kurang aman. Maka dari itu pemerintah menempatkan satu kompi TNI di Depok. Kondisi ekonomi pun masih sangat sulit, karena fasilitas dan keadaan yang ada di Depok.

Sementara itu, kesenian yang berkembang di masyarakat Kristen Depok adalah Keroncongan, seni lainnya adalah Wayang Kulit, Lenong, Rebana, dll di tengah masyarakat Muslim.

Di bidang Politik, baru pada tahun 1980 Depok menjadi terbuka untuk semua jurusan. Terbukti, dibangunnya rel ganda Depok-Jakarta, didirikannya Perumnas I serta Real Estate Depok berkembang semakin pesat. Karena pembangunan inilah mata pencaharian penduduk Depok berubah menjadi lebih baik.

Pada tahun 1982 dibentuklah Kotip Depok, tepat diresmikannya pada tanggal 18 Maret oleh Menteri Dalam Negeri H. Amir Mahmud dan diputuskan R. Rukasah sebagai Walikota pertama dengan demikian terbentuklah Depok yang semakin lama berkembang dan didatangi banyak kaum pendatang hingga akhirnya Depok menjadi Kota yang kita kenal seperti sekarang ini.


3 komentar

  1. masuk akal juga sih kalo dikatakan peneliti belanda jw de vries depok dulunya kosong. bisa dilihat dari tahapan pendatang yg terus berdatangan, juga sensus. seperti halnya jakarta, bisa jadi sebelum tahun 1200-an Jakarta merupakan wilayah kosong (tidak berpenghuni manusia). paling maksimal daerah yg dilewati.

    Untuk bukti arkeologis, bisa saja pindahan (dibawa) dari daerah lain. kecuali bukti arkelogis besar macam candi borobudur atau prambanan.

    Pembuktian paling tepat, lewat kajian geografis, yaitu di depok dan Jakarta tidak terdapat gunung (manusia prasejarah setelah nomaden, menetap di daerah bersungai juga bergunung).

    Wallhuaalam. Maaf ini kajian ilmu saya.niat berbagi ilmu niatnya. Hehehe

    BalasHapus
  2. alhamdulillah mudah mudahan bisa dijadikan referensi untuk masyarakat betawi depok.. ada salam untuk ente dari bu nenek guru agama al muhajirin

    BalasHapus

© 2025 BUKAMATA
Maira Gall